Senin, 10 Desember 2012

Sexy Free and Single [CHAPTER 3]

Hwang Bin Young’s
Selasa Siang – Dorm Super Junior lantai 12

Wookie oppa sudah pergi, begitupula dengan Rin unnie. Jadi saat ini hanya ada aku dan Hae oppa di dorm lantai 12.

“Bin-ah, aku boleh tanya sesuatu tidak?” Karena lagi asik nonton, aku hanya mengangguk tanpa menoleh sedikitpun ke Hae oppa.
“Kita ini sebenarnya saudara kandung bukan sih?” Sontak aku langsung menoleh dan mendapati badan Hae oppa sedang menghadapku namun kepalanya tertunduk, tidak berani menatapku.

“Yang oppa tahu bagaimana?” Aku mengulur waktu untuk mempertimbangkan, haruskah ia diberitahu semuanya.
“Aku tidak yakin, aku tidak pernah bertanya ke appa dan umma. Aku rasa, sebaiknya tidak ikut campur. Lagipula, aku selalu menganggapmu adikku, tidak peduli kandung atau tiri. Apa aku boleh tahu cerita sebenarnya? Atau jangan-jangan kau juga tidak tahu?” Hae oppa mulai menatapku dan menunggu jawaban.

“Aku tahu semuanya, oppa. Aku heran, kenapa setelah bertahun-tahun kita bersama, kau baru menanyakan ini sekarang? Baiklah, aku akan menceritakannya padamu.” Kali ini aku sudah tidak peduli lagi dengan acara di televisi, aku harus menjelaskan semuanya ke Hae oppa. Mungkin selama ini ia menyimpan pertanyaan ini karena takut menganggu konsentrasi pekerjaannya.

Aku mengatakan padanya bahwa rumor tentang aku adik tiri Donghae adalah salah. Aku juga menyangkal kalau umma berselingkuh. Kalau umma selingkuh, mana mungkin appa akan diam saja? appa juga tidak akan menerima kunjunganku kalau aku adalah anak umma dari pria lain. Aku sering ke rumah umma dan appa saat kecil, aku juga bertemu dengan kakak-kakakku tapi aku belum mengerti kalau kami ternyata sekandung. Aku diasuh oleh papa dan mama dari umur satu tahun. Papa dan mama memiliki harta berlimpah, mereka saling mencintai, tetapi selama bertahun-tahun menikah tidak memiliki anak. Mereka adalah sahabat umma dan appa dari masa sekolah dulu. Semenjak mama divonis mengidap kanker rahim, hidupnya sudah tidak bersemangat.

Papa mencoba membawa mama untuk berkunjung menemui umma, dengan harapan umma bisa membujuknya untuk berusaha sembuh dari penyakitnya. Saat kedatangan mereka, aku baru berusia satu tahun. Mama langsung jatuh cinta padaku. Setiap hari beliau datang berkunjung ke rumah untuk melihat dan menemaniku bermain. Papa menyadari bahwa mama memiliki semangat hidup kembali dengan adanya aku, sehingga memutuskan untuk merawatku.

Demi membahagiakan sahabat di akhir-akhir hidupnya, umma dan appa mempercayakan papa dan mama untuk mengasuhku. Awal perjanjian, aku akan bersama mereka sampai mama meninggal. Namun, setelah kehilangan mama, papa tidak ingin kehilanganku juga, begitupun aku yang tidak ingin berpisah dengan papa. Jadi, aku dibesarkan oleh papa selama ini dan ikut berpetualang bersamanya.

Papa tidak memiliki surat adopsi diriku, karena dari awal memang tidak ada perjanjian adopsi secara legal. Karena saat aku diserahkan ke papa dan mama hanya untuk diasuh sementara, bukan selamanya. Papa juga tidak ingin mengurus surat adopsi, karena usaha yang dijalaninya memiliki banyak musuh yang ingin menjatuhkan dan mencelakakan bisnisnya. Beliau tidak mau aku terseret dalam bahaya, sehingga lebih aman kalau tidak ada bukti bahwa papa memiliki keluarga yang bisa dijadikan korban nantinya.

Sudah tiga tahun aku tinggal di flat yang bersebelahan dengan dorm Super Junior. Papa membelikannya untukku karena dekat dengan kampusku, ia berharap Hae oppa juga bisa menjagaku. Seandainya saja papa tahu, ia telah melakukan kesalahan dengan menyerahkan anak gadisnya dalam pengawasan bocah umur lima tahun. Kkk..

“Jadi, kita saudara kandung? Benar-benar sekandung? Satu umma dan appa?” Tanya Hae oppa dengan mata berbinar-binar.
“Ne, Hae oppa. Pertanyaan berikutnya!!!” Tantangku dengan melipat kedua tangan di depan dada sambil mengangkat dagu.
“Mengapa namamu Hwang Bin Young? Bukannya Lee Bin Young?” Hae oppa memasang ekspresi tidak mengerti.

Aku menceritakan asal mula namaku. Appa dan umma memberiku nama Lee Bin Young. Namun, papa dan mama mengganti nama margaku menjadi Hwang, awalnya aku tidak tahu alasannya. Padahal nama marga papaku kan Choi, sedangkan mama tetap menggunakan nama pemberian orang tuanya, tanpa mengganti menjadi nama Korea. Tetapi setelah mengetahui bisnis yang dijalankan papa, aku baru diberitahu itulah alasannya beliau mengganti margaku; supaya tidak mudah dilacak. Di akte kelahiranku tetap nama appa dan umma yang tertera sebagai orang tua kandungku.

“Begitulah ceritanya, oppa. Ada lagi yang ingin ditanyakan?”
“Tidak ada, aku senang akhirnya mengetahui semua kebenarannya.” Hae oppa memperlihatkan senyum termanisnya. Sekarang aku baru menyadari kenapa Min unnie bisa tergila-gila dengan Hae oppa. Jangankan Min unnie, Heechul saja bisa luluh dengan Hae oppa.

“Kalau begitu, sekarang oppa harus menjelaskan kepadaku, kenapa selama ini oppa diam saja? Kenapa oppa tidak berusaha untuk bertanya denganku atau umma? Bahkan kamu juga tidak menanyakan hal ini kepada Donghwa oppa.” Tanyaku menyelidik.
“Donghwa hyung sudah tahu semuanya? Jadi hanya aku yang belum tahu? Kok dia bisa tahu tetapi aku tidak?” Hae oppa menatapku dengan pandangan terkejut.

Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghebuskannya perlahan. Kemudian mulai menceritakan asal mula Donghwa oppa mengetahui semuanya. Rumor yang beredar bahwa aku adalah adik tiri Donghae oppa dan Donghwa oppa adalah saat aku mulai tinggal di flat yang bersebelahan dengan dorm Super Junior lantai 12. Setelah aku resmi pindah, papa dan aku mengundang umma, Hae oppa, dan Hwa oppa untuk mengunjungi flatku.

Pertemuan ini dimaksudkan untuk menitipkan aku kepada Hae oppa, umma, dan Hwa oppa. Papa berharap kalau mereka bisa menerima dan mengawasiku selama tinggal dan kuliah di Korea. Kemudian, papa memberi amanat kepada Hae oppa dan Hwa oppa untuk menjagaku, karena aku ini adalah adik perempuan mereka. Tentu saja pernyataan papa membuat kedua oppaku bingung. Tetapi saat papa menyatakan permintaan maaf kepada umma karena telah menjauhkan seorang ibu dari putri kandungnya, sontak membuat Hae oppa dan Hwa oppa terkejut.

Semua kebenaran telah diungkapakan saat pertemuan itu, namun Hae oppa tidak ada untuk mendengarkan seluruh kisahnya. Ia ada jadwal dengan Super junior, sehingga hanya tahu sampai bagian papa meminta maaf kepada umma. Semenjak itu, sepertinya Hae oppa membuat kesimpulan sendiri, ia menganggapku sebagai adik tiri. Aku tahu hal itu, karena ia memperkenalkanku sebagai adik tirinya kepada member Super Junior. Aku pun tidak berusaha mengklarifikasinya. Mungkin lebih baik begitu, akan rumit kalau aku harus menjelaskan kepada mereka tentang keluargaku. Selama tidak ada yang bertanya, aku memilih untuk diam.

Umma dan Donghwa oppa jarang bertemu Hae oppa. Kalaupun mereka bertemu, bukan waktu yang tepat untuk memaparkan tentang diriku sebenarnya. Lagipula Hae oppa tidak pernah bertanya pada umma, Hwa oppa, dan aku. Mungkin dalam pikiran Hae oppa, banyak sekali pertanyaan dan kekecewaan setelah berpikir bahwa umma berselingkuh. Namun, ia menyayangiku seakan-akan tidak peduli bahwa aku ini adalah anak dari selingkuhan umma.

“Sekarang, katakan padaku!!! Kenapa oppa baru menanyakan semua ini? Memangnya oppa tidak penasaran? Bagaimana mungkin umma punya seorang anak perempuan dengan pria lain?” Aku menggenggam tangan Hae oppa, memberinya dukungan untuk mengatakan apapun yang selama ini ada di pikirannya.

“Aku selama ini berpikir bahwa umma selingkuh dan memiliki anak perempuan dari pria lain. Aku marah, kecewa, dan sedih saat itu. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana perasaan appa kalau ia tahu selama ini dibohongi umma. Aku tidak mungkin menanyakan kepada umma, aku tidak mau membuatnya sedih. Semenjak appa meninggal, aku berjanji untuk selalu membahagiakan umma, dan tidak akan pernah menyakiti hatinya. Makanya, aku memilih memendamnya sendiri. Begitupun kepadamu, aku tidak pernah menanyakannya karena tidak ingin kamu merasa terintimidasi atau tidak diakui. Lagipula, entah kenapa, aku tidak bisa membencimu. Perasaanku tidak bisa dibohongi, aku menyukaimu yang memiliki sifat anak-anak sepertiku, dan ternyata kita memang cocok. Jadi, aku memutuskan untuk menerimamu sebagai keluargaku.” Hae oppa memalingkan wajahnya dari hadapanku, lalu menatap langit-langit dorm.

“Oooohhhh…oppa, kamu tidak sedang berusaha menahan air mata kan? Kumohon jangan menangis, kita harus menyambut kebenaran ini dengan tersenyum bahagia. Kalau Min unnie tahu aku telah membuatmu menangis, dia akan menerkam dan menghidangkanku untuk santap malam kalian.” Dalam posisi masih duduk di sofa, aku melakukan gerakan menyembah berulang-ulang kali dihadapan Hae oppa. “Aku masih ingin hidup, oppa. Sebentar lagi Min unnie pulang.” Wajahku memucat. Hae oppa itu mudah menangis dari dulu. Bedanya, dulu tidak akan ada yang marah kalau Hae oppa menangis. Semenjak pacaran dengan Min unnie, siapapun yang membuat Hae oppa menangis dan apapun alasannya, siap-siap saja mendapat cambukan dari Min unnie.

Tanpa mengatakan apapun, Hae oppa menarik tanganku untuk berdiri, menggenggam tanganku sambil melompat-lompat kegirangan. Syukurlah, kali ini sifat kekanak-kanakannya yang mengambil alih, bukan air matanya. Karena kami sama-sama bocah, jadi aku mengikutinya gayanya sambil berputar. Kelihatannya ini seperti adegan di film-film India.

“Stop oppa!!” aku berusaha mengatur napas. “Aku harus kembali ke flat. Lagian sebentar lagi Min unnie pulang. Aku tidak mau membuatnya bertanduk karena menemukan kau dan aku - hanya berdua - di dorm ini. Anyyeong!!” Salam perpisahan diiringi dengan joget India.
Saat berjalan di lorong lantai 12, ada suara yang memanggilku. “Bin-ah, mau kemana?” Orang itu mempercepat langkahnya untuk mengejarku.

“Kangin appa!! Kau menakutkanku, aku hampir menjerit saat mendengar ada yang memanggilku dari belakang.” Aku suka memanggilanya appa daripada oppa, karena dia memperlakukanku dan menjagaku seakan-akan aku ini benar-benar bocah umur lima tahun.

“Kau mau kemana? Ikut aku ke dorm yuk.” Tanpa menunggu jawaban dariku langsung menarik tanganku kembali ke dorm.
“Kangin appa, aku barusan saja dari sana. Sekarang aku mau ke flatku. Di dorm ada Hae oppa kok.” Pasang muka memelas.
“Aaahhh…baiklah.” Kangin appa pun melepaskan tanganku. Baru juga aku mulai bergerak untuk pergi, ia sudah menarik tanganku lagi. “Kalau ada yang mengganggumu, dimanapun, siapapun, dan kapanpun, kau harus memberitahuku ya, biar aku….” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ada suara lain yang muncul.

"Yaaaa...lepaskan tangan pacarku, SEKARANG!!!" Suara Heechul menggema di sepanjang lorong lantai 12. "Dengar ya, aku tidak melarangmu untuk melindunginya, aku justru berterima kasih kalau ada yang melakukannya, tapi kau tidak perlu menyentuhnya karena kau sedang tidak dalam misi penyelamatan." Heechul mempertegas kata-katanya di depan wajah Kangin appa.

"Hyung, jangan salah paham. Aku tidak bermaksud apa-apa kok." Walaupun Kangin appa adalah pria yang berbahaya, namun ia selalu berusaha mengalah dan meredam emosi kalau berhadapan dengan Hyung-nya ini.
"Aku tidak suka ada yang menyentuhnya di depan mataku, siapapun pelakunya akan aku patahkan tangannya. Sebaiknya kau ingat itu!!!" Dengan santai Heechul berbicara sambil menepuk bahu Kangin appa.
"Aiiigooo...My Chul, aku suka sifat barbar mu, tapi tidak untuk member Suju. Mereka kan sudah kuanggap seperti keluargaku." Aku cemberut menatap Heechul.

"Kkkkkkk...sebaiknya aku segera pergi. Sampai berjumpa lagi BinChul couple." Kangin appa pergi meninggalkan kami berdua di lorong.
"Aaiiisshhh...aku tidak suka melihatmu dengan pria manapun selain diriku. Aku akan memburu mereka sampai keujung dunia kalau ada yang berani mengganggumu. Sekarang kamu mau kemana?" Melihat ekspresi Heechul yang cemburu, benar-benar menggemaskan.
"Aku mau kembali ke flatku, tadi aku habis dari dorm. Kamu mau ikut aku atau..." Belum selesai mengajukan pertanyaan, Heechul merangkul pundakku dan agak menyeretku ke flat.

Saat aku melangkah masuk ke dalam flat, Heechul menanyakan sesuatu kepadaku. "Kok kamu tidak bertanya sih kenapa hari ini aku pulang cepat?" Setelah kami masuk ke dalam flat, ia menarik tanganku sampai tubuhku bersandar di balik pintu. Heechul berada tepat di depanku, kedua tangannya memblokir jalan agar aku tidak bisa meloloskan diri darinya, sungguh pria yang angkuh.

"Kalau begitu sekarang aku tanya ya. My Chul...My Chul...kok kamu pulang cepat hari ini?" Aku pura-pura pasang ekspresi terkejut.
"Karena ingin bertemu denganmu." OMG, tatapan matanya membuat aku salah tingkah. "Aku tidak tenang pergi hari ini, aku dengar semalam kamu menginap di kamar Rin. Kenapa?" Penyelidikan dimulai.

"Kenapa apanya? Kenapa aku menginap di kamar Rin unnie? Atau kenapa aku lebih memilih tidur di kamar Rin unnie daripada di kamarmu?" Senyum nakal meluncur dari bibirku.
"Aaaiiisssshhhh...baby, kalau begitu berikan aku semua jawabannya." Pacarku ini benar-benar cepat naik darah.
"Aku tidak ke kamar mu karena aku tidak mau mengganggu konsentrasimu bermain game online LOL. Jadi aku ke kamar Rin unnie, supaya dia bisa bangunin aku pagi-pagi, soalnya ada film Barbie." Jawabku dengan senyum gembira dan berharap Heechul tidak melihat ada yang aku tutupi darinya.

Aku tidak suka ini dibahas, sebaiknya aku pergi dari hadapannya, mencoba mencari kesibukan lain, tapi bagaimana caranya kalau dia menghadangku seperti ini? Aku harus mencoba mengalihkan pembicaraan ini!

"Oiya...Baby, tadi Rin unnie bikin pancake saus maple. Enak banget lho, kamu juga dapat jatah kok. Kamu harus cicipin beb. Aku ke dorm dulu ya ambil pancakenya, nanti aku balik lagi." Berusaha meloloskan diri dari Heechul, tapi sia-sia rasanya, aku tidak bisa mendorongnya menjauh.
"Aku rasa tidak perlu repot-repot, saat ini hanya kamu yang ingin aku cicipi. Menurutmu, apa yang membuatku pulang cepat kalau bukan untuk berdua denganmu?" Heechul melingkarkan tangannya ke pinggangku, membuat tubuh kami semakin merapat, aku mulai melingkarkan tanganku dilehernya, menunggunya melakukan sesuatu...

Kaki kami mulai melangkah, ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang, dan aku baru sadar, ia mengajakku berdansa. Aku terlalu larut dalam dekapannya, sehingga tidak menyadari ini dari awal. Walaupun kami bukan pedansa yang baik, tapi aku menyukai gerakan kami yang seadanya, tidak ada musik, hanya detak jantung Heechul yang terdengar dan mengalun ditelingaku.

"Jadi, kamu siap mengatakan jawaban yang sebenarnya? Kenapa kamu semalam tidur di kamar Rin?" Pertanyaan Heechul membuat aku mendongak menatapnya, tetapi tidak menghentikan dansa kami.
Sebaiknya aku jujur atau ia akan terus bertanya sampai merasa aku telah memberikan jawaban yang benar. Aku kembali menunduk dan bersandar di dadanya, "Aku merindukan papa. Sudah tiga hari dia tidak telepon. Aku khawatir." Air mataku mulai menetes.

Heechul menghentikan dansanya, ia mengangkat daguku, memegang bahuku dan menatap mataku untuk meyakinkanku. "Papamu pasti baik-baik saja, mungkin dia sedang sibuk, kalau malam ini masih belum ada kabar darinya, aku bersumpah akan mencarinya dan menyeretnya ke hadapanmu. Karena dia telah membuatmu menangis, bersedih, dan khawatir." Aku tidak bisa menahan senyumku saat mendengar ancaman Heechul untuk papaku. Aku jamin, Heechul benar-benar akan melakukan ancamannya, tapi aku tidak yakin ia bisa menyeret papaku, kecuali ia bisa menembus pertahanan pengawalnya papa.

"Terima kasih, karena kamu selalu ada disisiku dan membuatku tersenyum dengan cara-cara ajaibmu, baby. Aku mencintaimu dengan segenap jiwa dan ragaku, kamu harus selalu ingat itu, My Chul." Kali ini aku melingkarkan tanganku di pinggangnya, memeluknya dengan erat.
"Berjanjilah untuk tidak merahasiakan apapun dariku, semuanya tidak baik kalau kamu simpan sendiri, mengerti?" Heechul merenggakan pelukanku dan memberi jarak diantara kami agar ia bisa melihat wajahku, mengusap air mataku dengan penuh kelembutan.

Aku menutup mata saat Heechul menghapus air mata dari pipiku dengan mulutnya. Mulutnya mengikuti arah air mata yang terhenti di mulutku. Saat itu juga, mulutnya menguasai mulutku, ciuman yang menggoda, posesif, dan mendamba. Aku benar-benar meleleh dibuatnya, untuk menjaga keseimbanganku sebelum terjatuh, aku merangkulkan tanganku dilehernya. Heechul pun semakin memperdalam ciumannya.

Aku selalu bersyukur karena Heechul menjalani wajib militer hanya sebagai petugas kantor pelayanan publik. Jadi ia tetap bisa tinggal di dorm dan aku bisa bertemu dengannya setiap hari. Tidak ingin membayangkan betapa frustrasinya aku apabila ia jauh dariku dalam rentang waktu yang lama. Aku lebih takut membayangkan Heechul yang jauh dariku, mungkin ia akan berubah jadi binatang buas yang sulit dikendalikan.

***

Park Min Young’s
Selasa Sore - Kyung Hee University



Aku menyelesaikan dua sesi kuliahku dengan terkantuk-kantuk. Pikiranku melayang ke kamar dimana Donghae sedang terlelap ketika tadi pagi aku meninggalkannya. Aku merindukannya. Belum apa-apa aku sudah merindukan wajah polos bocah menggemaskan itu. Akhir-akhir ini dia memang sedang sangat sibuk, dengan kegiatan promosi album baru dan syuting drama, sampai-sampai aku hanya bisa bertemu dengannya saat bangun tidur di pagi hari hingga dia memulai schedule-nya selama sisa hari itu. Kecuali pada saat-saat tertentu ketika aku memutuskan untuk ikut menemaninya menjalani seluruh schedule-nya. Tapi hal itu tentunya memiliki resiko, bila ada fans yang menyadari kehadiranku yang terlalu sering berada di samping Donghae dari waktu ke waktu, pastinya akan menimbulkan kecurigaan. Dengan banyaknya sasaeng fans sekarang ini, aku tidak akan berani mengambil risiko dengan sering-sering ikut dalam kegiatan Donghae.

Aku melihat Kyu ketika menuju pintu keluar kampus, sedang duduk menahan kantuk karena menungguku. Jurusan kami memang berbeda, bahkan beda strata atau tingkatan. Aku dan Rin sedang sama-sama meneruskan program masterku sementara Kyu masih menyelesaikan program sarjananya. Hari ini aku harus mengikuti dua kelas berturut-turut sementara Kyu sudah beres dengan jadwal kuliahnya hari ini. Jadi, aku merasa sedikit, hanya sedikit, terharu melihatnya masih menungguku.

“Kyuhyun-ah.” Panggilku. Aku melirik ke sekitar, dan melihat ada dua-tiga orang yang duduk agak jauh sedang diam-diam mengambil foto Kyu yang hampir tertidur. “Kajja, kita pulang.”

Kyu mendongak dan matanya sedikit merah karena kantuk, membuatku terkoyak diantara dorongan untuk tertawa atau memeluknya dengan sayang. Tapi tidak ada satupun yang akhirnya kulakukan, karena dengan galaknya Kyu berdesis, “Kau membuatku menunggu lama, Park Min Young. Pasti kau benar-benar jenius hingga dibutuhkan waktu selama ini untuk berdiskusi dengan dosen iya kan?” sindirnya. “Nanti pasti akan kuputar videomu yang paling memalukan di seluruh tv kampus, dan kuputar setidaknya 20 kali.”

Ancaman kosong, tentu saja. Tapi seketika berhasil menghapuskan dorongan untuk memeluknya. “Coba saja Kyu, tapi aku pasti mengadukannya pada Rin, dan kau akan terpaksa merana karena dimarahi oleh Rin. Kau tau kan, Rin sayang padaku.” Ujarku sambil tertawa bagai setan cantik.

“Kalau begitu, hati-hati dijalan, Min. Kecuali kau mau ikut denganku sambil menonton videomu di mobil sepanjang perjalanan pulang?” kali ini Kyu menertawakanku tanpa ampun.

“CHO KYUHYUN!!!!!!!!!!!!!!!!!”
“SSSSSSHHH!” Kyu memelototiku agar bungkam. Aku tidak sadar kalau sedang berada di tempat umum. Oops...

Akhirnya Kyu berdeham dan memberi isyarat padaku untuk mengikutinya menuju mobilnya yang diparkir di tempat yang agak tersembunyi, yang memungkinkan aku untuk masuk ke dalam mobil tanpa menarik terlalu banyak perhatian. Kyu menepati janjinya, untuk memutar semua video koleksinya yang terdiri dari beberapa adegan dimana aku sedang bangun tidur, makan dengan berantakan, membuat panci dapur hangus, dan serangkaian adegan memalukan yang berhasil didokumentasikannya.

Dasar kurang kerjaan! rutukku. Hampir sepanjang jalan Kyu menertawakanku, yang membuat wajahku tertekuk semakin dalam.

Sesampainya di dorm, aku langsung bergegas masuk ke dorm lantai 11, dan langsung menemukan apa yang kucari; Rin.

“Riiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiin...” jeritku dengan nada yang paling mengenaskan, dan langsung kuutarakan segala bentuk penindasan Kyu padaku. Kalau ada orang yang bisa menjinakkan Kyu, Rin lah orangnya.

Rin menaikkan sebelah alisnya dengan penuh tanda tanya ke arah Kyu, setelah aku selesai berkeluh kesah. “Kyu...?”
“Tidak Rin, itu tidak benar. Mana pernah aku melakukan sesuatu seperti itu pada adikku tersayang?” sangkalnya. Rin tidak mengeluarkan sepatah kata lagi dan terus memandang Kyu, memaksanya mengaku, hingga penyangkalannya pun lama-lama berubah menjadi penekanan, pengelakkan, dan akhirnya penyesalan. Aku menyunggingkan senyum kemenangan.

Rin, di sisi lain, tidak merasa menang setelah berhasil membuat si evil Kyu menyesal. Ia menjulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Kyu. Aku menaikkan sebelah alis pada mereka.

“Kau memaafkan Kyu? Begitu saja? Tidak membuatnya jera?” protesku tidak puas. Ketika kulihat Rin mendogakkan kepalanya memandangku dengan ekspresi bertanya, tampak tidak paham dengan protesku, aku hanya memutar bola mataku dan menghela napas. “Eyyy~ kalian ini dasar pasangan yang aneh...”

“Memangnya siapa yang bilang kami pasangan?” Rin terkekeh pelan, tidak mengindahkan tangannya yang saling mengait dengan Kyu. Aku memutar bola mataku lebih dalam lagi, kalau memungkinkan, tetap tidak mengerti mengapa mereka tidak pacaran saja.

Tepat saat itulah Donghae masuk ke ruang tengah dorm lantai 11, dengan masih menggunakan pakaian rumah  yang longgar dengan model kaos sleeveless, memperlihatkan lengan bagian atas dan sedikit pundaknya yang terbentuk indah bagai patung dewa Yunani. Dewa Yunani milikku. Tangannya, kini sedang mengarah padaku, dan ekspresi wajahnya tertekuk lucu saat mengeluh, “Min-ah, kenapa tidak langsung ke atas? Aku sudah menunggumu dari tadi, ketika akhirnya Kangin hyung pulang dan bilang padaku bahwa mobil Kyu sudah berada di basement. Ternyata kau disini.”

“Ah, mian Hae, aku ada urusan sebentar dengan Rin tadi.” Aku berjalan padanya, meloloskan tanganku melewati lengannya dan memeluk pinggangnya. Kurasakan detak jantungnya bertambah cepat dipipiku, tahu persis bahwa saat itu pipi Donghae pasti sudah merona dengan warna pink muda. Donghae sangaaaaaaat suka dengan kontak fisik atau skinship, tapi dari yang aku pahami, ia selalu merona apabila skinship tersebut dilakukan olehku lebih dulu. “Aku merindukanmu. Coba kau ada tadi pada saat Kyu menindasku.”

Donghae balas memelukku, tampaknya terlalu gembira sampai-sampai tidak menangkap keluhanku barusan. “Kyu?” katanya dengan nada sedikit linglung. Namun, dengan kemampuanku membaca sifat Donghae yang telah kukenal dengan sangat baik, kuduga otaknya kini sedang merangkai kata ‘Kyu’ dan ‘menindas’ dalam satu kalimat yang dipahaminya. Ketika ia mengerti, tangannya melepaskanku dan membentuk pistol yang diarahkan pada Kyu, serta membuat gerakan menembak beberapa kali.

Kyu, dengan senang hati ikut serta dalam permainan ini, dengan menanggapi dalam gerakan pura-pura tertembak dan berguling di lantai sambil berteriak seolah-olah dirinya kesakitan, sebelum Donghae menariknya dan pura-pura meninjunya berkali-kali. Kyu meresponnya, lalu memberi serangan balasan yang direspon balik oleh Donghae. Dan keduanya pun terlibat dalam drama adu jotos bagai dua anak kecil hiperaktif yang sedang mengeksplorasi adegan film action yang ditontonnya. Aku memutuskan untuk mundur dan bergabung dengan Rin menonton mereka dari meja makan, merasa tidak akan pernah puas melihat tingkah kekanakkan dua bocah tersebut.

“Mana Bin?” Tanyaku pada Rin.
“Masih di lantai atas, tadi sedang bermain dengan Donghae ketika kutinggalkan. Tapi karena Donghae sudah turun dan ia belum, mungkin Heechul oppa saat ini sudah pulang dari pelayanan masyarakat.” Jawabnya sambil menyodorkan piring yang berisi pancake padaku.

“Buatanmu?” Rin mengangguk. Aku memotong pancake berlumur saus mapple itu hingga menjadi potongan kecil, dan membawanya ke mulutku. Rasanya enak, seperti juga semua masakan Rin yang lain. “Dan dimana Sungmin oppa, dan yang lainnya?”
“Ming oppa sedang latihan musikal Jack the Ripper. Sudah berangkat sejak tadi pagi. Paling nanti sore juga sudah kembali. Aku janji menyisakan pancake untuknya, jadi jangan kau habiskan semua, Min.”

Aku cemberut. Aku baru saja berniat untuk menghabiskan semuanya.

“Hyuk oppa sedang mandi. Dan yang lain, yang belum ada schedule, berada di atas.” Aku menggumamkan kata ‘ooh’ mendengar penjelasan Rin. “Jadi, kapan sebaiknya kita menyuruh mereka berdua berhenti?” Rin mengangguk ke arah Donghae dan Kyu, yang kini tengah bergulat di lantai dengan gembira. Aku menghela napas, dan mengangkat bahu dengan pasrah.

***

Ahn Rin Young’s
Selasa Sore – Dorm Super Junior lantai 11

Sudah menjelang waktu evil twins pulang kuliah. Ryeowook akan segera pergi untuk menjalani schedulenya. Sementara Donghae dan Bin bersantai di depan TV sambil menonton Finding Nemo, aku memutuskan untuk turun ke dorm Kyuhyun di lantai 11 dengan membawa sisa adonan pancakenya. 

Dorm lantai 11 ternyata kosong, entah kemana perginya Eunhyuk dan Yesung. Aku langsung menuju dapur karena sekitar 15 menit lagi, seharusnya Kyuhyun dan Min akan sampai di dorm. Aku memutuskan untuk mulai memanggang adonan pancakenya. Tidak butuh waktu terlalu lama, semua sudah siap di meja makan.

Aku mendengar suara pintu dorm dibuka dengan kasar.

“Riiiiiiiiiiiiiinnnnnnnn!!” itu tadi suara Min. Diteriakkan dengan nada yang sangat mengenaskan. Pasti mereka bertengkar lagi. Benar saja, Min langsung mengadu panjang lebar mengenai apa yang disebutnya sebagai “Penindasan Mematikan ala Cho Kyuhyun” dan memintaku untuk memarahi kembarannya itu. Ini sudah sangat sering terjadi, dan seperti biasa, Kyuhyun memasang ekspresi “mana-mungkin-aku-melakukannya”. Aku balas memasang ekspresi “sudahlah-akui-saja” setiap kali mendengar penyangkalannya.

Beberapa saat kemudian, setelah Kyuhyun akhirnya mengakui penindasannya, Min tersenyum penuh kemenangan. Aku memperhatikan Kyuhyun yang tatapannya seolah-olah mengatakan “tolong jangan marah padaku”. Seketika aku tersenyum dan menjulurkan tanganku ke hadapannya untuk menunjukkan bahwa aku tidak marah. Ia langsung menyambut dengan riang, sementara Min menaikkan sebelah alisnya dan menatapku dengan pandangan penuh protes.

Astaga Min, akupun tidak tahu apakah kami akan pernah bertengkar :)

~To Be Continued ~ We're waiting for your comments and suggestions. Gomawo :)

***

[Preview Chapter 4]

Ahn Rin Young's
“Setidaknya gantilah dulu pakaianmu Kyu..” aku membujuknya. Tiba-tiba, seperti mendapatkan sebuah ide cemerlang, Kyuhyun bangun dari sandaran dan berteriak memanggil Sungmin di kamar. Aku bersumpah bisa melihat sebuah bola lampu menyala di sebelah kepalanya.
“LEE SUNGMIIIN, AMBILKAN KAUS TIDURKUUUU.…” Lalu ia kembali bersandar,tidak mempedulikanhyung-hyungnya yang lain, yang melempar tatapan “kau-seharusnya-lebih-sopan” padanya. Ia malah memejamkan mata sambil menyeringai. Sangat khas evil maknae.

Hwang Bin Young's
"Baby...beb..." Heechul melambai-lambaikan tangannya di depan mataku untuk menyadarkanku dari lamunan. "Kamu serius banget sih ngeliatin Kyu dan Rin? Oooohhhh...kamu ngiri ya ngeliat Rin menjamah Kyu?" Heechul berbisik ditelingaku membuat sekujur tubuhku merinding.
OMG, Rin unnie cuma menempelkan tangannya di kening Kyu oppa, untuk memastikan kalau semuanya baik-baik saja. Tidak seharusnya Heechul menggunakan kata-kata "menjamah". Ini gara-gara MinHae, Heechul pasti masih terbawa perbincangan MinHae dan Minnie oppa tentang "menjamah".

Park Min Young's
“Kau menjamah Sungmin hyung???!!!” Semburnya padaku.
Aku tercengang, sesaat melupakan kemarahanku sendiri. Nada suaranya meninggi sementara matanya memancarkan kegalauan; ketidakpastian. Aku berusaha menjernihkan otakku agar bisa mencerna kemarahan Donghae.
Apa? Apa yang sebenarnya Hae ributkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar