Rabu, 20 Februari 2013

Sexy Free and Single [CHAPTER 21]

Hwang Bin Young’s
Senin Petang ~ Flat Trio Young…
Latihan theater kali ini sampai sore hari, sungguh melelahkan. Aku tiba di flat jam 5 lewat 20 menit dan langsung merebahkan tubuhku di sofa ruang tengah. Dalam waktu beberapa hari kedepan, aku akan menjadi penguasa flat Trio Young. Min unnie pergi ke LA bersama Hae oppa, kalau tidak salah hanya dua hari. Lalu, MinHae couple, Heechul, aku, dan member suju lainnya akan menyusul Rin unnie serta Kyu-Hyuk-Wook oppa ke Greece.

Aku menyalakan televisi, tetapi tidak memperhatikan acara yang sedang disiarkan. Pikiranku masih terpusat pada percakapanku dengan Rin unnie ditelepon. Rin unnie mengatakan kalau bertemu Hwa oppa di bandara. Apa yang Hwa oppa lakukan di bandara? Haruskah ia pergi ke bandara di saat Rin unnie juga berada di sana? Ini memang bukan urusanku. Tetapi, semenjak aku mencurigai Hwa oppa sebagai secret admirer Rin unnie, aku jadi penasaran dengan setiap gerak-gerik Hwa oppa. Mungkinkah pertemuan mereka hanya kebetulan? Atau sesuatu yang disengaja?

“OMO…!!! Aku tidak salah lihat? Kamu menonton acara berita sampai tidak berkedip. Kamu pasti sakit ya?” Heechul menghampiriku, lalu duduk disampingku dan menempelkan telapak tangannya ke dahiku. Kemudian memegang pipiku dengan kedua tangannya.

“Mmm…kamu sedang memeriksa suhu badanku atau mencari tahu tentang kewarasanku?” Aku sudah siap-siap memegang bantalan sofa sambil menunggu jawabannya.

“Kkkkkkkkk…dua-duanya beib.” Ia merebut bantalan sofa dari genggamanku lalu memeluknya.
“Rrrrrrrrrrrrrr…sudah kuduga.” Jawabku sambil pura-pura cemberut. “Kamu masuk flat mengendap-endap, ya? Kok aku tidak mendengar ada orang masuk?”

“Mungkin karena kamu terlalu serius menonton berita di televisi. Jadi, tidak mendengar saat aku masuk tadi. Kkkkkkk…”
“Terus deh ngeledekin aku…!!!” Aku menggelitik pinggang Heechul sampai-sampai ia bergerak seperti cacing kepanasan.

“Kkkkkkkk…ampun…kkkkkk…ampun…” Sebelum Heechul berubah menjadi emosi, aku menghentikan keisenganku. Heechul berusaha untuk mengatur napas lalu menyodorkan kantong plastik putih kehadapanku. “Setelah pulang kerja, aku mampir ke mini market dan membelikanmu ini.”

“Apa ini?” Aku mengambil kantong plastik itu dari tangan Heechul dan mengintip isinya. “Kyyyyyaaaaa…Ice cream. You know me so well, baby. Ini benar-benar obat yang tepat untuk menghilangkan kegalauan.” Dengan riang gembira aku mengambil ice cream dari dalam kantong plastik dan meletakannya di atas meja. “Hmm…ada dua Pongta rasa soda, Chambungau Samanco, dan Ssang Ssang Bar. Aku jadi bingung mau makan yang mana.” Jari telunjukku sibuk bergerak di atas barisan ice cream ke kanan-kiri.

Sebelumnya, aku akan menjelaskan sedikit tentang jenis ice cream yang dibeli oleh Heechul. Pongta adalah nama sebuah merek ice cream yang ada di Korea, memiliki berbagai macam rasa seperti soda, coklat, dan semangka. Ice cream ini disukai oleh anak-anak sekolah dasar di Korea, karena cara memakan Pongtacukup unik, yaitu dengan disedot. Chambungau Samanco adalah ice cream rasa vanila dan selai kacang merah yang dibungkus kue berbentuk ikan. Kalau ice cream ini sangat digemari oleh para pasangan di Korea, termasuk BinChul couple. Nah, kalau Ssang Ssang Bar dibuat khusus untuk para pasangan yang ada di Korea. Bentuknya seperti ice cream batangan biasa. Namun, yang membedakan Ssang Ssang Bar denganice cream pada umumnya yaitu memiliki dua buah gagang di bagian kanan dan kiri, sehingga bisa dibelah menjadi dua. Jadi para pasangan yang sedang kencan, biasanya akan membeli Ssang Ssang Bar untuk dimakan berdua.

“Aaiissshhh…kamu kelamaan mikir deh, beiby. Nanti keburu mencair ice cream-nya.” Kata Heechul tidak sabaran.
“Aku bingung, beib. Kamu mau makan yang mana?” Mataku tidak beralih dari deretan ice cream di meja.

“Ooorrrzzzz…aku tidak pernah mengerti. Mengapa stock kesabaranku tidak pernah habis untukmu???” Heechul mengambil  Chambungau Samanco serta Ssang Ssang Bar, berjalan menuju dapur untuk meletakkan kedua ice cream itu ke dalam kulkas, dan menyisakkan dua Pongta rasa soda di atas meja. Aku membuka bungkus kedua ice cream yang ada di atas meja, lalu menyerahkan satu untuk Heechul saat ia kembali duduk bersamaku di sofa ruang tengah.

“Kamu terlihat seperti anak kecil kalau makan Pongta.” Aku memandangi Heechul yang sedang asik menyedot ice cream-nya.
“Bagaimana kamu bisa bilang aku ini seperti anak-anak? Coba kamu perhatikan baik-baik, cara memakanPongta ini harus disedot. Seharusnya ini tidak boleh dilakukan oleh anak-anak. Karena akan merusak moral mereka.” Heechul tersenyum penuh arti.

“Eeeyyy…kamu jangan mikir yang aneh-aneh deh, baby!!! Cara berpikir kamu tuh yang bisa merusak moral anak-anak seperti aku.” Aku mencubit lengan Heechul.
“Aku tidak bermaksud merusak moralmu, beb. Aku hanya membantumu untuk menjelajahi kehidupan dewasa. Kkkkkkkkk…” Tidak ada rotan, akar pun jadi. Tidak ada Min unnie, pacarnya sendiri dijadikan bahan ledekan. “Stop baby, kita cari topik lain saja.” Aku mengalihkan pandanganku dari Heechul ke layar televisi yang saat ini sudah berganti acara gossip.

“Baiklah, ceritakan tentang kegalauanmu.”
“Maksudmu, beb?”
“Bukannya tadi kamu mengatakan kalau ice cream ini bisa menjadi obat kegalauanmu? Jadi, apa yang membuatmu galau?”

Aku menceritakan percakapanku dengan Rin unnie di telepon tadi siang. Aku memberitahu Heechul bahwa Rin unnie bertemu dengan Donghwa oppa di bandara. Menurut cerita Rin unnie, Hwa oppa ke bandara untuk mengantarkan temannya. Ketika tidak sengaja mereka bertabrakan, Hwa oppa terlihat buru-buru dan bicaranya seperti orang kebingungan. Aku juga mengungkapkan kepada Heechul tentang pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benakku setelah mendengar cerita dari Rin unnie.

“Apa setelah bertemu dengan Donghwa, Rin mendapatkan surat atau sms lagi?” Tanya Heechul sedikit panik.
“Tadi Rin unnie bilang sih tidak. Tetapi, aku tidak yakin kalau pertemuan mereka hanyalah kebetulan. Menurutmu?”

“Aku juga tidak tahu. Selama pertemuan mereka tidak membuat secret admirer beraksi, tidak ada yang perlu dicurigai.” Heechul terlihat sudah lebih santai.
“Kalau terjadi sebaliknya, maksudku kalau Rin unnie mendapatkan surat atau sms dari secret admirer, setelah pertemuannya dengan Hwa oppa, berarti bisa dipastikan Hwa oppa adalah pria misterius itu?”

“Belum pasti juga baby, kamu jangan menuduh orang sembarangan tanpa berdasarkan bukti yang kuat. Selama ini kan kita hanya menggunakan perkiraan saja.”
“Kamu benar, beb. Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apa aku perlu mencari bukti-bukti di apartement Hwa oppa?”

“Hey, kamu ini terlalu bersemangat.” Heechul mengacak-acak rambutku. “Tidak ada yang harus kamu lakukan saat ini. Tunggu sampai perkembangan selanjutnya. Ingat, kamu tidak boleh gegabah. Apapun yang ingin kamu lakukan untuk memecahkan kasus ini, wajib konsultasi denganku. Kamu hanya boleh melangkah sesuai dengan petunjukku. Mengerti?” Heechul mengeluarkan jurus tatapan mengintimidasinya. Siapa yang berani membantahnya kalau ia sudah mengeluarkan senjata andalannya?

“Siap komandan…!!!”
“Sekarang yang harus kamu lakukan adalah memesan makanan. Aku lapar…!!!”
“Oooohhhh…ini sudah waktunya makan malam, ya? Baiklah, ayo kita pesan makanan. Kamu mau makan apa?” Aku menyerahkan setumpuk brosur restoran yang menawarkan jasa pesan antar.

“Aiiiggooo…koleksi brosur restoran ini semakin banyak saja. Kamu benar-benar tidak ingin belajar masak ya?”
“Eitss…jangan bahas tentang belajar masak!!! Kalau kamu ingin berumur panjang, sebaiknya kita manfaatkan kemudahan teknologi saat ini dengan menekan nomor telepon restoran, pesan makanan, lalu menunggu sampai pesanan datang. Kita bisa langsung menikmatinya setelah pesanan tiba.”

“Ya…ya…ya…!!! Aku juga tidak perlu repot-repot memanggil pemadam kebakaran atau ambulance. Kkkkkk…”
“Baaaaaaaabbbbbyyyyyyy...!!!”
“Oke…oke…maaf ya sayang. Coba sini, kita merapat duduknya!!!” Aku merapatkan tubuhku disampingnya, menyandarkan kepalaku dibahunya. Kemudian, kami menyibukkan diri dengan melihat-lihat menu makanan yang ada di brosur dari berbagai restoran.

Malam ini, aku menghabiskan waktu bersama Heechul di flat Trio Young. Kami makan malam bersama, dilanjutkan dengan saling menceritakan kegiatan hari ini, bergosip tentang Hallyu Star, dan tentunya membahas tentang rencana liburan kami di Greece. Ya, Heechul ikut liburan ke Greece bersama member Suju dan trio Young, ia sudah mendapat izin dari atasannya. Aku tidak tahu mengapa Heechul selalu mendapat kemudahan dalam urusan cuti. Setiap aku mengajukan pertanyaan kepadanya, ia selalu berdalih. Kalau Heechul belum ingin menceritakannya, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin suatu saat nanti, Heechul akan memberitahuku tentang rahasianya ini.

Ternyata banyak sekali rahasia di dunia ini. Aku sibuk memikirkan secret admirer dalam hidup Rin unnie, sampai-sampai aku lupa kalau pacarku sendiri juga merupakan sosok yang misterius. Anehnya, aku tidak tertarik untuk mengungkap siapa atau apa yang Heechul kerjakan di kantor selama menjalani wajib militer. Hampir setiap permohonannya mendapat persetujuan dari atasannya, dari mulai pulang kantor lebih cepat, jatah liburan lebih banyak, dan bisa cuti sesuka hatinya.

Sebenarnya aku sedikit kecewa dengan sikap Heechul ini. Ia sepertinya belum mempercayaiku untuk mengungkapkan jati dirinya. Sedangkan aku, sudah menceritakan keseluruhan kisah hidupku kepadanya, termasuk papa serta bisnisnya. Heechul juga tahu tentang “handphone rahasiaku” dan jadwalku berkomunikasi dengan papa. Aku juga tidak sungkan untuk mengangkat telepon dari papa saat Heechul berada di kamarku. Di saat aku sudah memberikan kepercayaanku sepenuhnya, mengapa ia masih menutupi sesuatu dariku?

***

Park Min Young’s
Senin Pagi waktu LA - Beverly Hills, Los Angeles

Oh Tuhan! Aku tidak percaya aku berada di sini, di Beverly Hills, tempat paling glamor yang sudah lama ingin kukunjungi sejak nonton drama 90210. Hebatnya lagi, aku disini bersama dengan pacarku yang hiperaktif, yang sudah melonjak-lonjak dengan tidak sabar untuk segera mulai menghirup udara segar Los Angeles!
Kami mendarat di bandara internasional Los Angeles LAX pukul 8 pagi hari tadi, dan langsung menuju hotel untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak. Setelah sarapan, aku menggandeng Donghae untuk mulai menjelajahi kawasan Beverly Hills yang elit sebelum menuju ke surga belanja Rodeo Drive. Oh yeah, hari ini adalah hariku, dan akan aku dedikasikan untuk mengunjungi kawasan belanja dan juga tempat-tempat yang wajib kukunjungi lainnya. Besok barulah harinya Donghae, dan kami sudah berencana menghabiskannya di tempat impiannya, tempat dimana ia bisa bermain sepuasnya, Universal Studio!

“Oh tunggu!” seruku, tepat saat Donghae akan memegang kenop pintu kamar.  Aku buru-buru meraih tasku dan mengaduk-aduk isinya, mencari sesuatu. “Ah ketemu! Hae sayang, sini, biar kuoleskan sunscreen dulu yah di seluruh tubuhmu.” Aku mengacungkan tube sunscreen di depannya.
Mendengar pilihan kata-kataku, Donghae cekikikan sebelum kemudian menghampiriku. “Di seluruh tubuhku ya, Min? Aku mau sekali!”

“Ya, ya, ya... tentu saja kau harus mau. Seluruh tubuhmu kan milikku, dan aku tidak rela kulit indahmu itu rusak terpapar matahari.” Aku mulai menggulung lengan kemejanya dan mengoleskan lotion sunscreen ke seluruh tangannnya, kiri dan kanan. Begitu juga dengan kakinya.

“Sekarang giliranku ya? Boleh ya? Please...?” Donghae memasang tampang yang sangat imut dari tempatnya duduk di depanku, langsung membuatku luluh dan ingin menggigit pipinya.
Melihat wajahku yang luluh, Donghae langsung kegirangan dan merebut tube sunscreen dari tanganku, lalu mendudukkan aku di kursi yang tadi didudukkinya. Ia menuangkan sedikit lotion ke telapak tangannya dan mulai meratakannya di kedua telapak tangannya, sebelum mulai mengoleskannya merata ke seluruh tangan dan pungungku yang terbuka. Setelah itu ia mulai beralih ke leher dan sekitar tulang selangkaku, lalu kembali lagi ke punggung dan tangan bagian atasku, dan kemudian ke tengkuk dan leherku. Tampaknya ia enggan melepaskan tangannya dari kulitku.

“Hae baby... kenapa kau membutuhkan waktu dua kali lebih lama dari saat aku mengoleskan sunscreen padamu?”

“Itu karena kau... pakaianmu... matahari... kulitmu jadi terekspos...” katanya sedikit meracau. Sekuat tenaga aku menahan tawaku agar tidak tersembur keluar karena mendengar ketidakmampuan Donghae menyusun satu kalimat utuh di saat ia menyentuh kulitku. Leher dan wajahnya mulai diwarnai semburat merah, lalu ia pun melepaskan tangannya dari tubuhku sambil berdeham beberapa kali. “.... Sekarang, kakimu?”

“Biar kulakukan sendiri saja ya sayang, sebelum nanti kita terpaksa menunda acara jalan-jalan pagi ini dengan pengolesan sunscreen yang lebih lama lagi.” Kataku asal. Donghae tampak terkekeh sambil tetap memandangku yang sedang mengoleskan sunscreen ke kedua kakiku. “Baiklah, sudah beres mengoleskan sunscreennya. Ayo kita berangkat sekarang!”

Untung bagi kami, kami memilih hotel yang tidak jauh dari LAX airport namun juga dekat dengan pusat wisata di downtown Los Angeles. Jadilah pagi ini kami hanya perlu berjalan kaki beberapa menit sambil menikmati  jajaran pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan menuju Rodeo Drive. Donghae melepas semua atribut penyamarannya dan hanya memakai celana pendek, kemeja serta kacamata hitam. Di sini, ia bisa merasa santai berjalan-jalan tanpa ada yang mengenalnya, sungguh liburan yang sesungguhnya!

I’m walking to the day... i’m walking to the day.. eee~ eee~ eee~” Donghae mulai bersenandung sepanjang jalan dengan riang gembira, menggandeng tanganku dan berjalan sambil sedikit melompat-lompat setiap beberapa langkah.

Butuh waktu sekitar lima jam sampai akhirnya aku selesai belanja di Rodeo Drive. Aku dan Donghae bergantian mencoba berbagai macam pakaian dan sepatu, juga aksesoris lainnya, dan berakhir dengan membawa sekitar tiga belas kantung belanjaan di tangan kami berdua. Aku tidak belanja banyak kok. Hanya beberapa potong atasan, beberapa dress cantik, dan dua pasang sepatu untukku. Selain itu aku juga membeli beberapa kemeja, dua sweater, sepatu, dan topi untuk Donghae. Yah, oke, memang bukan aku yang membayar semuanya—Donghae yang bersikeras memanjakanku—tapi setidaknya aku yang memilih semuanya, jadi sama saja bukan? Terakhir, dan kali ini aku yang berkeras membayarnya, kami membeli sepasang scarf bermotif serupa dan juga kacamata dengan model dan warna yang sama. Sungguh menyenangkan!

“Baby, ayo kita berfoto bersama!” Donghae menarikku merapat padanya dan mengarahkan kameranya berada tepat di depan kami. Kami berdua berpose dalam beberapa gaya lucu sambil mengenakan couple glasses yang baru dibeli sebelumnya. Donghae memang sangat suka memotret. Segala tempat dan kejadian dalam hidupnya tidak akan pernah ia lewatkan untuk diabadikan. Foto kami berdua pun rasanya sudah bisa mengalahkan jumlah foto-foto sejarah perjuangan bangsa Indonesia saat meraih kemerdekaan.

“Coba, coba, sini aku lihat hasilnya.” Aku menarik kamera dari tangan Donghae untuk melihat hasil foto selca kami, ...dan langsung terdorong untuk mencubit pipi Ikan Kecilku ini keras-keras. “Yaaaa Hae!! Bagaimana bisa semua foto yang kau ambil ini gagal semua? Lihat, di foto ini hanya sebelah mataku yang masuk dalam frame. Di foto yang lainnya ujung kepalaku yang nampak, sementara di sisa foto lainnya kita berdua sedang bergerak sehingga gambar blur. Sungguh, kau ini...!”

Donghae mengambil semua hasil foto dari tanganku dan sesaat kemudian jatuh tertawa karena melihat kegagalannya sendiri dalam mengambil foto selca kami berdua. Masih ingat dengan banyaknya jumlah foto kami yang melebihi foto sejarah bangsa Indonesia seperti yang tadi kubilang?  Ya, itu benar. Hanya saja delapan puluh persennya adalah karya gagal Donghae. “Omo~ pasti kameranya yang salah, baby. Kita beli kamera yang baru ya?” katanya memberi alasan ketika tawanya mereda.

Aku menggelengkan kepala dengan putus asa. “Jangan salahkan kameranya, baby. Ini kamera yang belum lama kau beli setelah kamera sebelumnya kau timpakan kesalahan yang sama dengan saat ini. Sini, coba aku yang mengambil foto.”

Kami kembali berpose bersama beberapa kali dan menunggu sesaat sampai hasil foto polaroid menampakkan foto-foto selca yang cukup memuaskan. “Waaaah baby! Kau sungguh pandai mencari angle! Jenius! Memang yeoja-chinggu-ku yang berbakat!” Donghae bertepuk tangan dengan kagum.  “Nah, Min-ah, sekarang kau berdiri disini, aku akan mengambil fotomu sendiri.” Seru Donghae kemudian sambil mundur beberapa langkah dan mencari angle yang tepat untuk mengambil fotoku dengan dilatarbelakangi pusat belanja Rodeo Drive. Beberapa kali jepret dan berganti pose, akhirnya ia berseru “Nice!!!”
Aku terkikik mendengarnya, sungguh menggemaskan setiap kali mendengarnya berbicara bahasa Inggris.

“Sekarang gantian aku yang mengambil fotomu ya.” Aku mengambil kamera di tangannya dan mencari angle yang tepat untuk memotretnya. Aku berhasil mengabadikan banyak pose Donghae yang sungguh sangat indah dipandang. Walaupun ia sedikit malu-malu awalnya karena harus berpose di tengah-tengah banyak orang, tapi akhirnya ia bisa berpose dengan natural. “Yaaaap, baby, last pose ya, keluarkan killer smile-mu!”
Mendengar seruanku, Donghae langsung menutup wajahnya dengan sangat menggemaskan. “Tidak mauuuuu~~” katanya dibalik kedua tangan yang menutup mulutnya. “Lagipula aku tidak punya killer smile...”
Tidak pelak lagi aku tertawa gemas melihat responnya barusan, dan segera menghampiri untuk memeluknya erat-erat. “Kemari kau, bocah menggemaskan. Lihat, caramu tersenyum sekarang saja sudah bisa membuat semua wanita terpesona. Berjanjilah untuk tidak terlalu sering menyebarkan senyum dimana-mana. Kalau tidak, awas kau!” ancamku setengah bercanda, setengah serius.

“Aku tidak akan berani, Min. Senyumku hanya milikmu.” Katanya sambil menyunggingkan senyum paling manis padaku. Karena tidak tahan terhadap senyumannya, aku langsung berjinjit untuk menciumnya sekilas.Oops... semoga tidak ada yang menyadari siapa kami, doaku dalam hati.

Sungguh, aku tidak bisa menahan diri. Melarang diriku dari mencium Donghae adalah sebuah kejahatan. Aku sudah cukup tersiksa harus menahan diri di Korea, jadi sepertinya aku boleh merasa sedikit lebih bebas disini. Ikan kecilku ini begitu imut-imut sekaligus menggiurkan, kombinasi mematikan sebagai target untuk dicium. Tentu saja dia hanya boleh dicium olehku. Ha! 

Donghae memandangku dengan ekspresi kenapa-berhenti-mencium, yang kubalas dengan senyuman menggoda dan janji dalam bisikan satu kata, “Nanti..” dan aku pun menggenggam tangannya sambil mulai berjalan lagi.

“Baby, es krim?” Donghae menunjukkan sebuah kedai es krim yang kami lewati. Aku mengangguk penuh semangat, lalu Donghae pun berlari ke dalam untuk membelikan es krim bagi kami berdua sementara aku menunggu di luar. Tak lama kemudian kami pun kembali berjalan sambil menikmati es krim dan bergandengan tangan, bersenandung riang.

Namun belum jauh kami melangkah, mataku tertarik pada sebuah etalase toko yang cantik. Aku mengeratkan peganganku pada tangan Donghae. Sebuah gagasan langsung melintas di benakku, mengundang senyum nakal tersungging di bibirku.

“Hae, aku rasa aku ingin membelikan oleh-oleh untuk pasangan KyuRin dan BinChul.”
“Umm? Hadiah apa, baby? Bukannya tadi kau sudah beli baju untuk Rin dan Bin?”

“Aku ingin belikan ‘itu’ untuk mereka. Pasti Kyu dan Heechul oppa akan sangat berterimakasih padaku. Bagaimana menurutmu, baby? Kurasa sudah waktunya bukan, kita memberi hadiah pada KyuRin dan Binchul couple?”
Donghae memutar kepalanya supaya bisa melihat toko yang kumaksud. Segera saja ia tersedak tawanya sendiri sebelum terbahak-bahak tanpa bisa menahan diri di pinggir jalan Beverly Hills yang ramai.

“Kau sungguh-sungguh?” Donghae tersengal-sengal akibat tertawa. “Heechul hyung mungkin senang, tapi mungkin juga akan membunuh kita. Kalau Kyuhyun sudah pasti tidak akan memaafkan kita.”

Aku memandangnya dengan penuh semangat. “Jadi, kita tetap akan membelikannya kan?” Donghae kembali tertawa melihat kegigihanku. Aku memberi isyarat pada Donghae untuk mengikuti. Kudorong pintu toko dan langsung disambut dengan senyum ramah pelayan tokonya. Disebelahku, Donghae berubah kaku dan tampak salah tingkah. Warna merah mulai menjalari leher dan wajahnya, sementara suara tawa tertahan terus menerus lolos dari bibirnya. Ini memang bukan toko yang biasa ia masuki, kecuali untuk kasus spesial seperti sekarang.

Aku mengepalkan tanganku dan memberinya semangat dengan sungguh-sungguh. Hwaiting!
Memasuki toko lingerie—toko yang kumaksud—dan mengelilingi diri dengan berbagai macam model lingerieyang cantik dan seksi, bahkan sangat seksi, langsung mendorong pikiran-pikiran nakal dalam benakku. Insting wanita, pikirku membela diri. Tapi kali ini aku masuk kesini bukan untuk diriku sendiri, melainkan untuk membeli lingerie seksi buat teman-temanku. Oh Tuhan, belum apa-apa aku sudah terkikik geli memikirkan reaksi mereka ketika aku memberi satu atau dua lingerie seksi yang harus mereka pakai di Greece nanti. Ya, aku jelas akan memberikan hadiah ini di tanah sang Dewa Cinta, Eros.

Mereka mungkin akan kena serangan jantung.
Mungkin juga mereka akan mengulitiku hidup-hidup.
Atau mereka akan mengulitiku hidup-hidup lalu terkena serangan jantung. Yang manapun jelas tidak tampak baik bagiku. Tapi tidak juga membuatku mengurungkan niat untuk membeli lingerie seksi untuk keduanya. Ketahuilah, aku memilih hadiah ini untuk kebaikan kedua pasangan tersebut. Semoga romansa kedua pasangan itu akan semakin ‘panas’ seiring berjalannya waktu—dan juga lingerie yang kuberikan.

“Yang ini untuk Bin, dan yang ini untuk Rin, bagaimana menurutmu, Hae?” setelah beberapa saat memilah-milah berbagai macam lingerie, aku menyodorkan dua lingerie berbeda bermodel see-trough di depan Donghae yang masih berwajah merah, tapi tampak senang. Satu berwarna pink dengan renda hitam dan pita di bagian leher, tampak cute tapi juga seksi. Satu lagi berwarna dasar hitam dengan bordiran tanaman hijau dan kuning sepanjang garis lehernya. Wow, poison ivy, pikirku sambil terkikik.

“Mmmm, bagus. Bagus.” Gumamnya.

Aku mengangguk puas atas pilihanku, mengambil dua potong lagi yang terlihat sangat seksi lalu kembali menyodorkannya ke hadapan Donghae. Yang satu berwarna hitam dengan bahan lace atau renda dengan bersulam benang warna emas, yang satu lagi berbahan kain sutra warna biru tua dengan garis pinggir warna perak.  “Kalau yang ini?”

“Mmmm. Dua-duanya bagus. Tapi...” ia tampak ragu-ragu meneruskan kalimatnya.
“Tapi apa, baby?”

Donghae menggumamkan sesuatu dengan sangat pelan, sampai-sampai aku tidak bisa mendengarnya. “Kenapa, baby? Aku tidak bisa mendengarmu tadi.”
Ia berdeham, lalu menaikkan volume suaranya, “Lebih cocok untukmu.”
Mulutku seketika membentuk huruf O ketika mengerti maksudnya. “Jadi... haruskah aku beli untukku sendiri?” pancingku nakal, hanya untuk melihat Donghae tampak lebih salah tingkah lagi.
Ia menganggukkan kepala sebagai jawabannya, tampak senang. Agak terlalu cepat sebenarnya, tapi siapa peduli.

“Baiklah sayang, aku akan beli juga. Kapan kira-kira waktu yang tepat untuk memakainya ya...?”
“...Mmmm, Min, bagaimana kalau kita pulang ke hotel sekarang?” rayu Donghae.

“Tidaaaaaak! Kalau hanya menghabiskan waktu di hotel seharian, tidak perlu jauh-jauh melintasi benua kan, baby? Ayolah, biarkan aku membayar ini dulu, setelahnya baru kita menuju tempat selanjutnya. Kau pasti suka.”
Donghae menghela napas pasrah, tapi langsung tampak bersemangat lagi. Benar-benar seperti bocah hiperaktif.

“Kemana lagi kita sekarang?”
“Hollywood Boulevard!”

~To Be Continued~

Preview Chapter 22

Ahn Rin Young's
“Hanya dua kamar ya, Kyu?” Eunhyuk mengedip jahil.
“Iya, dan aku tidur bersama kalian. Jadi jangan berpikiran aneh-aneh kau Hyukjae!”
Mwoyaaa.. kasurnya kan hanya cukup untuk dua orang dan aku tidak mau tidur denganmu yang kakinya panjang itu..” Protes Eunhyuk.
“Aku juga tidak.. ayo Hyung, kita ke kamar!” Dengan sigap, Ryeowook menarik Eunhyuk dan melengos ke arah lift. Tapi kemudian kulihat mereka berdua terkikik.

Park Min Young's
“Apa kau mau bersulang, Min?”
“MWO??!” aku langsung bangkit berdiri di dalam bathtub ketika mendengarnya.
“Sebentar ya, akan aku ambilkan. Kau tunggu saja disini.” Dan Donghae pun beranjak keluar dari kamar mandi, meninggalkanku yang tercengang dan tampak tolol.
Aku tidak salah dengar kan? Donghae baru saja menawariku bersulang bersamanya, benar begitu kan? Tapi ini tidak mungkin terjadi! Donghae tidak bisa minum alkohol karena tidak tahan dengan rasanya yang pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar