Minggu, 10 Februari 2013

Sexy Free and Single [CHAPTER 19]

Park Min Young’s
Kamis Pagi – dorm lantai 12
  
Pagi-pagi sekali, aku bersenandung riang keluar dari kamarku, menghampiri meja makan tempat Rin sedang menghidangkan kue brownies blueberry yang baru matang.


“Yummy!! Pagi-pagi sudah ada kue brownies!” seruku riang, mencomot sepotong lalu melahapnya dalam sekali suap.
“Riang sekali pagi ini? Apa Donghae tidur di kamarmu lagi?”

Rin sedang menggodaku. Sejak peristiwa dengan Han Ji Sung tempo hari, Donghae selalu menempel denganku. Ia bersikeras untuk selalu mengantar dan menjemputku kuliah, atau kalaupun ia berhalangan karena sedang melakukan schedule, ia akan meminta salah satu member yang sedang ada di dorm untuk membawaku dengan selamat dari dan ke kampus. Kalau toh tidak ada member yang bisa dimintai tolong, maka cara terakhir adalah ia akan meminta salah satu manager oppa untuk ‘menjaga’ku.

Sejauh ini, aku hanya pernah sekali dijemput oleh manager oppa dan sekali diantar oleh Yesung yang juga akan berangkat ke salah satu tokonya. Merepotkan sekali! Menurut Donghae, hal ini penting dilakukan untuk menghindari pertemuanku dengan Ji Sung lagi sewaktu-waktu. Dan pengaturan ini terkadang berlaku juga untuk Rin dan juga Bin apabila mereka sedang ingin pergi ke kampus. Donghae dan para member berpikir aku dan teman-temanku butuh pengawasan yang lebih ketat lagi, mengingat apa yang terjadi denganku dan juga Rin yang sampai saat ini masih saja dikirimi pesan-pesan misterius. Tentu saja, aku menolak mentah-mentah idenya ini karena aku tidak mau merepotkan siapa-siapa, terutama para member yang sudah cukup disibukkan dengan schedule masing-masing. Belum lagi resiko terbongkarnya hubungan kami dengan mereka, karena intensitas kebersamaan kami yang otomatis semakin meningkat apabila mereka harus terus menjaga kami sepanjang waktu.

Tapi Donghae ini, entah bagaimana aku mengatakannya, bisa sangaaaaat keras kepala apabila sudah memutuskan sesuatu. Dan para member pun menyetujui usulan ini dan bersedia bersama-sama menjaga kami secara bergantian. Kalaupun mereka tidak setuju, aku yakin Donghae akan melakukan segala cara agar mereka berubah pikiran. Sehingga tidak ada cara lagi bagiku untuk menghindar ketika Donghae sudah membuat keputusan.

Dan anehnya, sejauh ini cara Donghae cukup berhasil untuk kasusku; Han Ji Sung tidak bisa lagi menjangkauku, sekalipun saat di kampus. Kecuali di kelas, satu-satunya tempat dimana ia bisa menjangkauku diluar pengawasan para member dan teman-temanku. Di tengah-tengah sesi perkuliahan, ia pernah beberapa kali mengirimkan memo padaku, semua isinya memintaku berbicara berdua dengannya. Aku tidak berani membalasnya lagi atau bahkan bersedia bernegoisasi dengannya, mengingat peringatan dari Kyu saat terakhir aku menerima tawaran dari Ji Sung.
Hikmahnya adalah, aku menjadi semakin mesra dengan Donghae, karena kami jarang sekali terpisahkan sekarang. Apalagi proses syuting drama Donghae pun sudah berakhir, jadi ke depannya ia akan punya cukup banyak waktu untukku. Yeay!

“Eyy~ aniyaaa. Donghae tidak tidur di kamarku tadi malam. Semalam ia pulang larut karena merayakan selesainya proses syuting Miss Panda and Mr. Porcupine.” Jawabku atas godaan Rin barusan.
“Lalu apa yang membuatmu gembira pagi-pagi begini?”
“Kau ini, masa aku tidak boleh gembira pagi-pagi?” aku mencomot satu potong kue lagi. “Kau tahu, aku gembira karena hari ini Ahra unnie pulang! Aku sudah kangen padanya.” Aku dan Ahra unnie memang langsung akrab sejak pertama kali bertemu tiga tahun lalu, saat aku mengetahui bahwa aku adalah anak kandung keluarga Cho.

Saat itu Ahra langsung membuka kedua tangannya, dan kami berpelukan lama sekali sambil menangis. Sejak kecil aku tidak pernah menyangka bahwa aku punya saudara, tapi sekarang aku punya saudara laki-laki dan juga saudara perempuan sekaligus! Sejak saat itu pula, setiap aku mengunjungi keluarga kandungku di Korea dan kebetulan Ahra unnie sedang berada di rumah, kami hampir tidak bisa dipisahkan dan selalu bertukar cerita hingga larut malam. Aku sangat rindu masa-masa seperti itu lagi.

“Oh iya benar! Jam berapa ia tiba?”
“Nanti sore ia baru mendarat di Incheon Airport. Ayo kita menemuinya malam ini!”
Rin menyetujuinya, dan langsung duduk tegak penuh semangat. “Sebaiknya aku membuatkannya kue. Kue apa yah, cokelat? Red velvet? Cookies? Atau brownies lagi? Bagaimana, Min?”

“Benar, benar. Benar begitu caranya mengambil hati calon kakak ipar, Rin.” Godaku sambil terkekeh. Rin tampak salah tingkah. “Semuanya boleh, kue buatanmu selalu enak. Aku sih tidak keberatan menghabiskan kue apapun yang kau buat.”
“Kau sih tidak perlu disuruh pun pasti akan menghabiskan apapun yang kubuat.” Rin membalas godaanku sambil beranjak dari duduknya, mulai mencari-cari bahan yang diperlukannya untuk membuat kue di lemari.

Aku tertawa mendengarnya. Aku memang punya selera makan yang  besar, dan semua orang yang mengenalku sudah tahu akan hal itu. Para member selalu menjulukiku “Hyukjae versi perempuan”, karena menurut mereka selera makanku sama besarnya dengan Hyukjae. Tapi tentu saja, ekspresiku tidak semenyedihkan seperti saat Hyukjae sedang makan. Aku makan dengan normal, tapi dalam porsi yang lebih banyak dari para gadis pada umumnya. Untungnya, aku punya sistem metabolisme yang luar biasa sehingga sebanyak apapun aku makan, tubuhku selalu langsing dan padat. Itu juga karena aku cukup rajin berolahraga dengan Donghae, demi menjaga keseksian tubuhku ini.

“Kalau begitu, selamat membuat kue, Rin-ah! Aku akan ke sebelah dulu untuk membangunkan Donghae!” Sebelum ia memintaku untuk ikut “berkegiatan” di dapur, aku langsung kabur ke pintu depan dan menuju dorm SJ dengan langkah riang. Sungguh, moodku belakangan ini sedang amat bagus. Pertama, karena unnie-ku akan pulang hari ini dan aku akan bertemu lagi dengannya setelah sekian lama. Yang kedua, karena aku sudah tidak sabar menantikan liburan yang sudah di depan mata. Kami semua sudah punya rencana untuk liburan nanti, dan tentu saja kami akan berlibur bersama, di Greece!! Bayangkan! Aku sudah menanti-nantikan menginjakkan kaki di tanah para dewa dan dewi Yunani itu. Tapi sebelumnya, Donghae akan menemaniku ke LA terlebih dahulu, sementara Kyuhyun, Rin, Hyukjae, dan Ryeowook akan langsung ke Greece sejak liburan dimulai. Baru setelah dari LA kami akan menyusul ke Greece bersama sisa rombongan lainnya.

Untuk liburanku dan Donghae ke LA, sebenarnya ini adalah hadiah dari Papa sewaktu aku berulangtahun awal tahun ini. Papa memberiku dua tiket pulang dan pergi Korea-LA-Korea tanpa tanggal penerbangan, sehingga bisa kugunakan kapanpun aku sempat sebelum pergantian tahun ini. Aku memutuskan untuk mengajak Donghae saat liburan nanti hanya untuk beberapa hari, dan tidak akan menggunakan tiket pulang ke Korea melainkan langsung menyusul Kyuhyun, Rin, Hyukjae, dan Ryeowook di Greece.

Baiklah, liburan ini pada dasarnya memang milik member Super Junior, sementara aku, Rin dan Bin sebenarnya tidak sedang libur dari perkuliahan. Tapi kami terpaksa membolos dan harus mengikuti kuliah online agar tidak tertinggal selama berlibur satu minggu penuh. Itu bukan masalah besar, aku meyakinkan diriku. Yang penting kami bisa berlibur bersama dengan para member Suju! Yeehaa~

Aku masuk ke dalam dorm lantai 12 ini dan menemukan suasana masih sepi. Entah Heechul sudah berangkat menjalankan kewajibannya atau justru belum bangun. Kulihat sekarang sudah pukul sembilan pagi; asumsiku, Heechul sudah berangkat. Tepat pada saat itu, Ryeowook keluar dari kamarnya, tampak baru bangun.

“Yo, Wookie. Kau tidak ada schedule hari ini?”
“Anie..” jawabnya sambil menguap. Ia berjalan menuju ke dapur dan mengambil segelas air untuknya. “Hanya siaran Sukira saja nanti malam.”
“Lalu yang lainnya bagaimana?”

“Molla. Tapi belakangan kami memang agak santai, tidak terlalu banyak schedule.” Ia menenggak habis air dalam gelasnya. “Apa kau mau pergi ke suatu tempat? Kau mau aku antar? Karena sepertinya Donghae hyung masih tidur.”
“Anie. Aku Cuma datang untuk membangunkan Hae.”

“Baiklah...” Ryeowook menyeret kedua kakinya bergantian menuju kamarnya. Matanya hanya terbuka separuh karena mengantuk.
“Yaaa! Kau mau tidur lagi?” tanyaku, hanya iseng ingin mengganggunya yang masih setengah sadar itu.
“Guraeee~” ujarnya, lalu menutup pintu.

Aku cekikikan dan berjalan menuju kamar Donghae, tapi lalu berubah arah dan memutuskan mampir ke sebuah kamar di depan kamar Donghae. Aku membuka pintunya pelan-pelan, dan mengintip ke dalam. Suasana di dalam kamar masih gelap, tapi aku masih bisa melihat warna tembok dan barang-barangnya yang didominasi warna putih. Kamar itu tadinya begitu penuh dengan berbagai macam barang pemberian fans, sampai-sampai untuk berjalan pun susah. Tapi sekarang kamarnya sudah agak  lapang karena sebagian sudah dimasukkan ke dalam tas besar untuk dibawa pemiliknya pergi nanti. Aku menyeruak masuk ke dalam dan menemukan yang punya kamar masih terlelap di balik selimutnya yang juga berwarna putih.

Dengan mengendap-ngendap mendekati tempat tidur, aku bermaksud membangunkan Teukie dengan membuatnya kaget. Aku sungguh sedang berada dalam mood yang bagus sehingga hasrat untuk menjahili orang membuat tubuhku sangat bersemangat.  Memang di saat aku sedang amat sangat gembira seperti sekarang, aku jadi hiperaktif dan tidak bisa diam. Dan sewaktu aku sedang murung, aku pasti jadi sensitif dan semua orang akan kena getahnya. Tidak jarang orang-orang terdekatku dibuat heran dengan tingkahku yang berubah-ubah ini.

Aku mencapai sisi tempat tidur dan melihat Teukie masih tertidur dengan sangat pulas. Dadanya naik dan turun dengan teratur di balik selimut, dan wajahnya terlihat sangat damai sehingga aku pun jadi tidak tega membangunkannya hanya untuk iseng. Aku memandangnya dengan sayang, seperti sayangku pada seorang kakak laki-laki—kalau saja aku punya. Oh, Kyu bukan kakakku, ia kembaranku. Kurasa itu dua hal yang berbeda. Selama ini, pemilik wajah yang sedang kupandangi ini selalu jatuh bangun melindungi keluarga besar Super Junior, dan itu juga termasuk aku, Bin, dan Rin. Sewaktu aku terpaksa berkencan dibawah ancaman dari Ji Sung pun, selain dari Donghae, Teukie adalah orang yang paling gigih ingin melindungiku. Aku masih ingat saat Teukie yang biasanya berkepala dingin langsung melompat dari kursinya dan sangat ingin menghampiri Han Ji Sung di kampusku. Tentu aku melarangnya. Bisa semakin repot nanti urusannya.

Baiklah, lain kali sajalah aku menjahilinya.

Perlahan, aku melangkah mundur dan hampir terjatuh saat menginjak sebuah boneka bebek yang tergeletak di lantai. Aku mengambil langkah dengan lebih hati-hati, tidak ingin membuatnya terbangun. Kututup lagi pintunya di belakangku dengan perlahan, lalu aku pun melangkahkan kaki dengan riang ke kamar pacarku. Memasuki kamar Donghae langsung mengirimkan rasa aman dan nyaman ke dalam diriku, karena rasanya seperti masuk ke dalam air. Di langit kamarnya, proyeksi air laut yang bergerak-gerak membentuk ombak mewarnai seluruh kamar menjadi biru. Proyeksi air laut itu berasal dari sebuah projector pemberian dariku kapan itu, dan Donghae sangat menyukainya dan selalu memasangnya di malam hari ketika ia tidur. Seperti yang semua orang sudah tahu, Donghaeku ini sangat menyukai laut.

Warna biru dan abu-abu yang mendominasi kamarnya terkesan maskulin namun juga hangat. Warna biru adalah warna kesukaanku dan Donghae. Biru juga merupakan warna identitas Super Junior, warna laut, dan warna langit; warna yang melambangkan ketenangan, kestabilan, dan kesetiaan. Karena itu aku sangat suka berada di kamarnya, selain dikamarku sendiri yang juga bernuansa biru, karena warna biru memberi kepastian, ketenangan, kenyamanan dan keamanan untuk diriku.

Aku membiarkan pintu kamar Donghae terbuka lebar sebelum kemudian aku menghampiri tempat tidurnya. Kutemukan Donghae sedang dalam posisi menelungkup di atas bantalnya, dengan ‘ditemani’ banyak boneka di sisi maupun di kepala tempat tidurnya. Aku tersenyum melihatnya, karena ia punya kebiasaan tidur yang sama denganku.

“Baby...” aku duduk di samping tempat tidurnya dan menepuk-nepuk lembut pantatnya. “Fishy ayo bangun... ayo kita main. Let’s play, ok?”

Donghae bergerak, membalikkan tubuhnya sedikit dan menatapku, lalu merebahkan kepalanya lagi di atas bantal sambil tersenyum. Ditepuk-tepuknya bantal di sebelahnya, mengajakku untuk tidur bersamanya. Aku menurut dan membaringkan tubuhku di sebelahnya untuk ia peluk.

“Baby.. ayo kita main... aku sedang ingin bermain.” Bujukku. Biasanya, seperti layaknya bocah kecil, Donghae sangat suka diajak bermain. Tapi mungkin semalam ia kelelahan dan pulang sangat larut, jadi ia tidak langsung bersemangat ketika kuajak bermain. Jawaban Donghae hanyalah mengeratkan pelukannya di pinggangku.

Pantang menyerah, aku mulai bernyanyi sambil berguling kesana kemari, melepaskan diri dari pelukan Donghae.

“Loving you...uuu~~ na eotteokhae what should i do? Uhuuu~~ Jojeori andwei nae mam gojang nabeorin heart. Jeongshin mot charii mankeum, boy I’m falling in love with you~~ uuu~~ Na eotteokhae what should i do?”

Aku boleh saja kembaran seorang Cho Kyuhyun, main vocal Super Junior. Tapi jangan harap suaraku setara Kyu. Entah apa yang salah denganku, tapi sepertinya tidak ada bakat musik mengalir dalam diriku. Aku tidak bisa menyanyi—semua member dan teman-temanku pun seratus persen setuju akan hal ini—tidak juga jago bermain alat musik. Padahal, bukan hanya Kyu yang pintar bernyanyi, tapi unnie-ku juga berbakat dalam bermain biola sejak kecil. Tapi aku jamin, aku benar-benar anak Appa dan Umma karena aku mewarisi otak keluarga Cho yang cemerlang. Lupakan saja tentang bakat seni-nya, prestasi akademisku cukup membanggakan juga sebagai anggota keluarga Cho.

Donghae mengerang dan membuka kedua matanya, sementara aku tertawa penuh kemenangan. Tangannya dengan sigap menangkap pinggangku dan ia pun berguling ke atasku, menjepitku diantara tubuhnya dan kasur.
“Kau sudah bangun kan?” tanyaku gembira.

Donghae menggeleng. “Aku pasti masih dalam mimpi. Di mimpiku suaramu diambil oleh penyihir jahat dan ditukar dengan suara si penyihir yang cempreng.”
Aku terkikik mendengar candaannya. “Kalau begitu, kau pasti sudah bangun. Ayo kita main!”
“Kau mau main apa baby..?” erangnya mengantuk tapi mulai terlihat bersemangat.

Aku meluncur ke samping dan berhasil meloloskan diri lagi dari Donghae, menjulurkan lidahku padanya.
“Penyihir kecil, kembali kesini...” Donghae mengangkat tubuhnya dan duduk di atas kasur, menggosok-gosok matanya dengan gerakan lucu.

Buru-buru aku bangkit dari tempat tidur dan menuju mp3 player Donghae yang terletak di meja, menyalakannya dan memilih playlist-ku sendiri yang telah kusimpan di dalamnya. Kuputar lagu “Hands Up” milik Bigbang kencang-kencang, dan mulai menggerakkan tubuhku mengikuti irama yang penuh semangat; bergoyang, melompat, menghentakkan kaki, lalu melompat-lompat lagi. Lumayan, olahraga pagi.

“Hey, Ho! Hey, Ho! Let me say, hey, ho! Hey, Ho! One more time, hey, ho!” lantunku sambil melonjak-lonjak seperti dalam konser. Donghae memerhatikanku sambil tertawa lebar. Aku suka memutar lagu ini, terutama saat sedang bersama Donghae, bukan saja karena aku suka pada musik BigBang setelah SuJu—terima kasih pada Nari yang sempat mengajakku nonton konser BigBang beberapa waktu yang lalu—tapi juga  karena sebuah alasan yang akan segera aku paparkan sebentar lagi.

Donghae sangat suka sekali dengan musik, dan setiap sel dalam tubuhnya bereaksi terhadap musik. Reaksinya sungguh menggemaskan, dari mulai menggoyangkan kepalanya mengikuti ritme, mengetukkan jari tangan, bertepuk tangan, menghentakkan kaki, sampai ikut menari bahkan bernyanyi bersamaku. Kali ini pun begitu. Ia mulai berdiri dan bergoyang, menepukkan tangannya sesuai ritme, dan menyanyikan liriknya dengan semangat.

Hands up high, high & low low. Geudaewana eumaksorie jamsi gidae. Hands up high, high & low low. Neukkimttara just one step two step~”

Sebentar lagi, tunggulah sebentar lagi dan kita akan menyaksikan Donghae bernyanyi secara reflek; bagian favoritku—

“Ja geuryeobwa, nega wonhaneun kkumeul naege malhaebwa, eonjedeun deryeoga jul teni, bulleobwa neoui nugungareul wihae. Baby just ONE, TWO, SHREEH, GO~”

Aku bertepuk tangan histeris ketika Donghae menyanyikan bagian favoritku barusan. Caranya melafalkan “Three” sungguh menggemaskan, aku tidak akan pernah cukup mendengarnya sekali. Karena itulah, aku suka sekali memutar lagu ini di hadapannya, hanya supaya Donghae ikut bernyanyi bersamaku.

“Kyaaaaa~~ jeothaaa! Jeongmal kyeopta~” seruku sambil menepuk-nepuk pipinya dengan gemas. Baiklah, sekarang giliranku membuatnya senang.

Aku berdeham dua kali, membersihkan tenggorokanku sebelum mulai mengimitasi cara T.O.P BigBang menyanyikan liriknya dengan sangat seksi, “I said a LOUDER~! Mogi teojyeora jilleobwa igoseun rush HOUR~!
Donghae tak pelak lagi tertawa terpingkal-pingkal ketika aku menjeritkan dua kata tadi, ‘louder’ dan ‘hour’ dengan menyamakan intonasi seperti saat T.O.P bernyanyi. Tentu saja, imitasiku gagal total dan malah berakhir dengan jeritan mengenaskan, tapi Donghae terhibur sampai jatuh berlutut karena lemas tertawa. Satu lagi alasan kenapa aku senang memutar lagu ini di hadapan Donghae.

“Yaaa, yaaa, yaaa! Kenapa pagi-pagi kalian sudah berisik sekali? Kalian mau membuat konser duo tanpa sepengatahuanku, huh?” Teukie bersandar di pintu kamar Donghae sambil menyilangkan tangan di depan dada, tampak terhibur dengan tarianku yang tidak karuan.

Aku menurunkan pandanganku dari wajahnya, dan segera menyadari bahwa ia hanya memakai boxer dan tanpa baju sama sekali! Aku tadi tidak menyadarinya saat masuk ke kamarnya karena tubuhnya tertutup selimut. “Oppa! Apa yang kau lakukan berkeliaran tanpa memakai baju seperti itu?”

“We-we-waee? Aku kan baru bangun tidur...” ia beralasan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Hyung! Kau dengar tidak tadi, Min-ku berbakat! Ia bisa mengimitasi T.O.P!” seru Donghae bangga, mencoba bangkit dari lantai.
“Gu-gurae! Tentu saja. Min kita memang daebak~” sahut Teukie menahan tawa.

Aku jadi tidak tahan untuk tertawa bersamanya. “Oppa! Kau pasti sedang meledekku!”
“Anie, anie, aniee... Aku sudah lama tahu kau punya bakat menghibur, Min. Pasti kau cocok di dunia variety show!”
Aku mendengus mendengarnya. “Sudah sana oppa, pakai bajumu!”
Ia terkekeh dan melengos keluar dari kamar Donghae.

Aku mengatur napasku yang masih tersengal-sengal lalu duduk di samping Donghae di sisi tempat tidurnya. Kuangkat kedua kakiku dan kupeluk di depanku sehingga aku bisa menyandarkan dagu di atas lutut. Disampingku, Donghae masih tersenyum tapi matanya berputar tanda ada sesuatu yang mengganggunya.

“Apa yang sedang kau pikirkan, ikan kecilku?”
“Hmm... Waktu itu Soo Man sungjangnim bilang kalau ia terpikir untuk mengorbitkanmu ke dalam sebuah girl group bersama Rin dan juga Bin. Barusan Teukie hyung bilang kau cocok di variety show. Kau tahu, mereka benar, kau sudah tampak hebat. Kau bahkan lebih pintar berbicara daripada aku.” Donghae cemberut. Sepertinya ia tidak suka ide barusan.

Tanpa bisa menahan diri, aku terkikik geli sebelum menjawabnya, “Apa gunanya debut sebagai girl group kalau tidak bisa menyanyi? Kau tahu kemampuan bernyanyiku tidak akan bisa diasah baik oleh para guru vokal SM sekalipun.” Aku menyunggingkan cengiran padanya. “Tidak Hae, aku tidak ingin dan tidak akan menjadi artis. Akan lebih susah untukku terus menyembunyikan hubungan kita, bukan begitu? Aku akan berprestasi di bidang yang lain saja.” Aku meyakinkannya.

Donghae kembali menyunggingkan senyum lebar. “Sejujurnya, aku pun tidak suka ide kau menjadi artis. Kau begitu memukau, aku tidak suka memikirkan semua pria tertarik padamu.”

Aku mengedip-kedipkan mataku padanya dengan bercanda. Donghae menarikku untuk duduk diatas pangkuannya.
“Hmm? Itu apa?” Donghae mengangkat sebelah kakiku. Ditunjuknya sebuah plester yang menempel di mata kaki sebelah kiri-ku.
“Ah.. itu, aku menjatuhkan garpu kemarin sore dan garpunya menimpa mata kaki-ku.”

Donghae tampak marah mendengar kecerobohanku yang kesekian kalinya ini. “Kau ini, kenapa tidak bisa berhati-hati? Setiap aku bertemu denganmu, pasti ada saja plester baru yang menempel di tubuhmu.”

Aku mengangkat bahu dengan riang, membuatnya mendesah frustasi. Yah, pernyataan Donghae memang tidak sepenuhnya salah. Aku ini entah bagaimana sangat tidak berjodoh dengan dapur. Kemarin hanya garpu yang jatuh menimpa mata kaki-ku, sebelum itu kaleng makanan yang telah terbuka jatuh menggores betisku. Lalu sebelumnya lagi, punggung tanganku yang tergores sepanjang sepuluh centimeter karena terkena ujung pintu lemari. Dan masih banyak juga kesialan-kesialanku di dapur sebelum itu. Aku memang ceroboh, terutama saat sedang di dapur.

“Sudahlah Hae, kau kan tahu aku memang tidak pernah berjodoh dengan dapur. Omong, omong, Ahra unnie akan sampai sore ini di Korea. Temani aku mengunjunginya ya dirumahku?”
“Jinjja? Waaah, sudah lama aku tidak berjumpa dengannya. Baiklah! Deal! Kita kesana nanti malam.” Donghae memelukku erat sambil menyerukkan wajahnya dirambutku.
“Kalau begitu, ayo sekarang kita mulai berkemas untuk ke LA dan Greece!”

***

Kamis Malam - Rumah Keluarga Cho, Nowon

“Umma! Appa! Kami sudah pulang!” teriakku sesampainya kami di rumah keluarga Cho.
Umma yang membukakan pintu, langsung menyambut kedatangan aku, Kyu, Rin, Donghae, dan juga Bin yang ditemani Heechul. “Minyoungie, Kyuhyunnie! Omo~ yang lain juga datang! Bagaimana kabar kalian semua?” Umma memeluk kami satu per satu dengan gembira dan mempersilakan kami semua masuk ke dalam rumah.

“Kami baik Umma. Mana Appa dan Noona? Noona sudah sampai kan?” Kyu meletakkan dua kotak kue buatan Rin di meja.
“Ada di atas. Noonamu juga sudah ada di kamarnya. Nanti Umma panggilkan mereka supaya turun.” Umma menepuk-nepuk lengan Kyu penuh rindu, sebelum kemudian menyapa Heechul dan Bin yang berdiri paling dekat dengannya.

“Omoo~ Umeoni, bagaimana kau bisa bertambah cantik selama tidak bertemu denganku?” rayu Heechul dengan gaya menggoda, membuat Umma terkikik geli.
“Kim Heechul-ssi, kau ini ada-ada saja. Bagaimana kabar orangtuamu dan Heejin?”
“Mereka baik, Umeoni, tapi tidak ada yang secantik kau. Sekarang aku tahu kenapa Min dan Kyu punya begitu banyak fans.”
“Tapi tidak lebih banyak dari fansmu kan Heechul-ssi?” Umma balas menggoda, yang langsung disambut tawa penuh percaya diri dari Heechul.
“Tentu saja tidak ada yang punya fans lebih banyak dariku.” Jawabnya bangga.

“Shiemoni (ibu mertua), apa kau sehat?” Donghae mendekati Ummaku dengan manja. Ya, sejak Donghae berpacaran denganku, Umma sudah ngotot minta dipanggil ‘shiemoni’ oleh Donghae. Menurutnya, ia sudah sangat lama menanti-nantikan ini, dan tidak bisa lebih gembira lagi begitu mengetahui Donghae yang akan memanggilnya ‘shiemoni’.

“Donghae-ssi! Anak manis... Kau selalu saja perhatian padaku. Aku sehat, anakku. Kau bagaimana? Apa kau makan dengan teratur?”
“Ne, shiemoni. Tapi aku rindu masakanmu.”

Oh, aku sungguh kagum pada Donghae yang bisa begitu natural mengambil hati para orangtua. Ia tidak perlu berpura-pura manja, karena sifatnya itu memang sudah ada padanya sejak lahir. Semua ibu di dunia ini hanya perlu bertemu muka dengan Donghae dan akan langsung merasa terdorong untuk merawatnya yang seperti anak manis berumur lima tahun. Mungkin, Donghae bahkan lebih tampak seperti anak kandung mereka sendiri. Begitu juga Umma. Hanya dengan ucapan sederhana begitu saja dari Donghae, Umma langsung melayang gembira ke angkasa.

“Menginaplah, dan akan kumasakkan semua masakan kesukaanmu.” Ujar Umma merangkul Donghae penuh rasa sayang.
“Aku mau sekali, Shiemoni, tapi sayang aku tidak bisa.”
“Umma, Donghae hyung kau tawari untuk menginap, sedangkan anakmu sendiri tidak?” Kyu menggeleng tidak percaya.

Umma tertawa lalu menepuk-nepuk pipi Kyuhyun. “Kenapa kau cemburu pada hyungmu sendiri, huh? Omong-omong, Apa yang kau bawa tadi Kyunnie?”
“Ini kue buatan Rin, untuk menyambut kedatangan Ahra noona katanya.”
“Aigooo~ kau baik sekali Rin... Aku sudah sering mendengar betapa enaknya kue buatanmu dari Min dan Kyu. Kau sungguh berbakat, dan juga perhatian, sabar, penyayang... aku sungguh bahagia. Kyu, kau sungguh beruntung...”

“Ummaaa!” Kyu merengek ketika Umma menggodanya.
“Aniyaaa, Ummeoni. Aku dan Kyu hanya... hanya...” Rin tampak salah tingkah, membuatku nyaris terbahak-bahak.
“Sudah Rin, terima saja pujiannya.” Kataku sambil terkekeh.
“Oh ya, kau boleh mulai memanggilku shiemoni, Rin, dan aku akan sangat senang sekali.” Nah, Umma mulai lagi.
“Ummaaaaaaa!” protes Kyu dengan wajah merah padam.

Pada saat itu, aku melihat sosok ayahku turun dari tangga.  “Appa!” aku menghampirinya dan memeluk Appa dengan rindu.
“Putri bungsuku! Bagaimana kehidupan di dorm?” Appa mengusap-usap punggungku. Aku menjawabnya dengan gembira, sambil membawa Appa ke tengah-tengah para member dan keluargaku yang sedang berkumpul. Kulihat Umma kini sedang merangkul Bin dengan gembira, pertanda Bin—seperti juga kakaknya—sangat pandai dalam mengambil hati semua orang.

“Oh, Donghae! Kau juga datang. Bagaimana kabarmu?” Appa memeluk Donghae pertama kali lalu menyapa semuanya kemudian.
“Shiaboji (ayah mertua), aku baik-baik saja. Apa kau sehat Shiaboji?”
“Tentu saja. Kau sendiri kenapa tampak kurus? Apa Minnie kami menyusahkanmu?”
“Appaaa!” rengekku.
“Anieyaa.. Dia sangat manis di dorm.” Jawab Donghae sambil memandangku hangat. Aku balas tersenyum padanya.

“Baguslah kalau begitu. Kupikir anak nakal ini bisanya hanya bertengkar dengan kembarannya saja.” Appa mengusap kapalaku sambil terkekeh. “Oh ya, apa kau sudah mempersiapkan kepulanganmu ke Indonesia, Min?”
Aku mengangguk, “Sudah Appa. Kebetulah sekali tanggal 21 member Suju bersama seluruh SMTown akan ke Jakarta untuk menggelar SMTown Indonesia, aku akan ikut bersama mereka.”

“Begitu... jadi kau pulang tanggal 21 ya? Apakah kau akan lama disana?”
“Molla... tapi Appa tidak perlu khawatir, aku pasti akan kembali kesini.”
“Mampir lah ke sini sebelum kau pulang, nak... kami akan  membawakan banyak oleh-oleh untuk Mama dan Papamu.” Sahut Umma menimpali.

“Ne Umma. Pasti aku akan mampir kesini dulu untuk berpamitan.”
“Oh! Namdongsaeng! Yeodongsaeng! Kalian sudah tiba rupanya!” Suara unnie-ku  memecah keramaian di ruang keluarga. Aku dan Kyuhyun langsung menghambur menyambutnya dalam group hug yang lama.

“Aigoo~ aigoo~ aku bisa mati kehabisan napas kalau kalian tidak melonggarkan pelukannya.” Seru Ahra unnie gembira.
“Noona, bagaimana kau bisa semakin pendek saja selama di Austria? Apa kau menyusut?”
Kyuhyun langsung mendapat cubitan di pipi dari Ahra unnie. “Chubbie, aku tahu kau merindukanku. Aku juga merindukanmu.”

“Unnie! Kau bawa oleh-oleh apa untukku?”
“MinnieMin, tenang saja. Aku bawa satu koper khusus oleh-oleh untukmu dan juga yang lain. Oh! Aku belum menyapa yang lain. Rin-ah, Bin-ah, Donghae, Heechul Oppa.. bagaimana kabar kalian?”
Ahra memeluk teman-temanku dan juga menyapa Donghae serta Heechul dengan hangat. Ia juga amat gembira mendapat kue buatan Rin, dan langsung mengambil piring kecil dan garpu untuk menyicipinya saat itu juga.


“Sungguh Rin, red velvet buatanmu ini enak sekali! Aku sungguh berterima kasih karena kau mau repot-repot membuatkan ini untukku. Kalian semua, yang sudah menyambutku pulang, jeongmal gomawo.”
“Unnie, itu semua karena kami sudah sangat merindukanmu. Super Girls juga sangat sepi tanpamu.” Sahut Bin sambil menunjukkan aegyonya.

“Kalau begitu, pasti sudah banyak gos—ehem, berita yang aku lewatkan? Kalian bertiga akan menginap kan disini?” ia mulai memandangi aku, Rin, dan Bin satu per satu. Itu bukan pertanyaan. Aku terkekeh mendengarnya, dan kami bertiga pun mengangguk menyetujuinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar