Minggu, 19 Mei 2013

Sexy Free and Single [Chapter 32]

#Week4

Park Min Young’s
Senin Pagi – Flat Trio Young


Alarm di ponselku menyalak makin kencang, mengganggu pulasku. Hmm? Jam berapa ini? Aku meraba-raba meja di samping tempat tidurku dan berhasil meraih ponselku serta mematikan alarmnya. Jam di ponselku masih menunjukkan pukul tujuh pagi dan aku harus mulai bersiap-siap kuliah.

Aku kembali memejamkan mata sejenak sambil mendesah. Hhhh... hari ini waktunya kembali ke rutinitas. Libur panjang di LA dan Yunani yang harus berakhir saat kami menginjakkan kaki kembali di Incheon Airport kemarin sore, rasanya hanya seperti mimpi. Aku tidak ingin liburannya berakhir, begitu juga yang lain. Tapi kami semua punya kehidupan masing-masing yang tidak bisa ditinggalkan. Aku dan sahabat-sahabatku harus kembali kuliah, sementara para member Super Junior harus mempersiapkan penampilan untuk konser SMTown minggu besok.

Ngomong-ngomong tentang member Super Junior, benakku yang masih mengantuk ini mulai merasa keheranan karena Donghae tidak kunjung membangunkanku. Biasanya, ia lebih gampang untuk bangun pagi dibandingkan denganku. Aku menggeser tanganku ke samping, ke tempat dimana seharusnya aku bisa menyenggol tubuh Donghae yang tidur di sebelahku sepanjang malam. Tapi, aku malah mendapati kasur yang kosong, tanpa Donghae di atasnya. Kedua mataku lantas terbuka dan mencari-cari Donghae di setiap sudut kamar, dan nihil. Ponselnya pun sudah hilang, hanya tersisa celana jeans dan jaketnya yang menggantung di balik pintu kamarku.

Aku terduduk terbelit selimut sambil menguap dan meregangkan otot-ototku. Kemana si Ikan Kecil, pikirku,sepagi ini sudah menghilang. Hmm, mungkin sedang mengambil air minum di dapur, atau juga sedang ke kamar mandi, putusku. Aku segera beranjak ke lemari pakaianku, mempersiapkan pakaian untuk kuliah pagi ini. Saat aku melewati kaca lebar yang tergantung di dinding kamarku, aku langsung berhenti dan menengokkan kepala ketika aku melihat bayangan di cermin dan menyadari ada sesuatu yang aneh menempel di wajahku. Oh! Ada sebuah kertas memo warna biru menempel di pipi sebelah kiriku. Aku mengambilnya dan membaca beberapa kalimat dengan tulisan tangan yang sangat familier.

Aku akan menemuimu sebelum kau berangkat kuliah. Kau jangan pergi sebelum bertemu denganku! Saranghae!!!
-LDH

Aku memutar bola mataku dan mendesah geli. Donghae mengakhiri pesannya dengan kata ‘saranghae’ yang diikuti dengan sederet tanda seru, seolah-olah ia meneriakkannya atau menyerukannya seperti sebuah perintah. Ia memang begitu, sangat posesif dan juga menuntut, tapi juga sangat manis. Walaupun pesannya sama sekali tidak memberi petunjuk tentang keberadaannya, tapi aku tidak khawatir dan memutuskan akan mencoba mencarinya di dorm setelah mandi nanti. Aku pun lantas beranjak ke kamar mandi lebih awal dari teman-temanku.

“Pagi Min unnie... tumben pagi-pagi sekali sudah mandi?” sapa Bin seselesainya aku mandi. Ia tampak baru bangun dan akan mandi setelahku.
“Pagi juga Bin baby. Yup, aku mandi lebih pagi daripada kau, hebat kan?” aku nyengir padanya. “Eh, apa kau lihat oppa-mu?”
“Haeppa? Tidak. Memangnya dia tidak ada di kamarmu? Wah, kalau begitu, siapa yang ada di kamarmu sejak semalam? Apa mungkin Hyuk oppa salah kamar lagi?”

Sial, dia sudah berani menggodaku sekarang. Sejak kejadian Hyukjae-mabuk-dan-tidak-sengaja-tidur-di-kamarku-dan-sialnya-Heechul-tiba-tiba-muncul di Yunani kemarin itu, semua member tidak henti-hentinya menggodaku. Ini semua gara-gara Kim Heechul yang memastikan semua orang mengetahui kejadian tersebut, keesokan harinya setelah Bin akhirnya di temukan malam itu.

“Biiiiiin.... kujewer kau ya karena berani menggodaku!!” aku mengejarnya yang langsung menjerit sambil tertawa lalu bersembunyi di balik pintu kamar mandi. Duh, aku sudah melihat dengan jelas pengaruh Heechul padanya kini. Semakin lama semakin mengkhawatirkan saja.

“Min? Kenapa berisik sekali pagi-pagi?” tegur Rin yang mendadak muncul dari kamarnya sendiri.
“Anieya. Aku tadi hanya sedang bertanya pada Bin apa ia melihat Donghae, karena pagi-pagi sekali Donghae sudah bangun dan entah kemana. Oh, coba kau tanyakan pada pacarmu, apa dia tahu jadwal Donghae hari ini?”

“Apa maksudmu? Kyu kan tidak ada di sini.”
“Oh ya? Kemana dia? Kupikir kalian sudah terbiasa satu kamar sekarang, apalagi setelah adegan dramatis yang kusaksikan sendiri saat kita sudah akan meninggalkan villa di Firostefani...” aku terkikik senang karena ada korban lain yang bisa kugoda, melampiaskan rasa kesalku akibat godaan Bin barusan.

Tak pelak lagi, wajah Rin mulai memerah. Ia berdeham sekali, lalu memutuskan untuk pura-pura tidak mendengarku. “Aku mau mandi dulu.” Katanya sambil berbalik ke arah kamarnya lagi, meninggalkanku yang tertawa puas.

Beberapa saat kemudian aku sudah melangkah ke dalam dorm lantai 12 untuk mencari pacarku sebelum berangkat kuliah, siapa tahu dia ada di sini. Rin dan Bin juga mengikutiku kemari, karena setelah aku berpamitan sebentar pada Hae dan Bin juga berpamitan pada Heechul, kami akan sama-sama turun ke lantai 11 untuk menjemput Kyu dan langsung berangkat ke kampus. Namun sama sekali tidak disangka, setelah masuk beberapa langkah kami malah disambut dengan suara ribut-ribut dari arah dapur.

“Hyung, apa kau sudah selesai memotongnya?” kudengar suara Wookie.
“Heechul-ah, tempatkan yang ini ke empat kotak di sebelah sana. Kau bisa kan?” kali ini suara Teukie. Aku berdiri diam berpandangan dengan Bin dan Rin di lorong pintu masuk, merasa heran karena sepertinya seluruh member di lantai ini sudah bangun dari tidurnya.

“Hyung, seharusnya yang ini dulu, baru yang ini.” Terdengar suara Wookie lagi.
Aku mulai berjalan pelan-pelan ke arah dapur bersama dengan kedua temanku, saat mendengar Heechul mendesah frustasi. “Aiiisssh! Jadi bagaimana seharusnya aku melakukannya?” 

Nae saram-a saram-a nan deo ganghaejyeoss-eo. Yeah! Deudieo uri, Time for romance~” kudengar suara pacarku menyanyikan sepenggal lagu Sexy Free and Single. Entah mengapa perasaanku mengatakan bahwa saat ini bukan saat dan tempat yang tepat untuk Donghae menyanyi. “Hyung, lihat, ini juga bisa dipakai sebagai mic! Kita bisa sambil latihan di sini!” serunya lagi. “Sexy free and single, I’m ready too—oooh! Min!”

Aku menemukan pacarku berdiri di tengah-tengah hiruk pikuk dapur, menggenggam sebuah lobak putih di tangannya, sambil berseri-seri menatap kedatanganku. Di sekitarnya, ada Teukie yang mendongak pada kami dari atas panci yang mengepulkan uap; Heechul berdiri di pinggir meja makan sambil menata kotak-kotak makan; dan Ryeowook menoleh sebentar dari kegiatannya mencuci piring-piring kotor. Kecuali Wookie yang memang sangat sering berada di dapur, pemandangan yang kutemukan ini sungguh...... janggal.

“Eh, kalian sudah bangun?” tanya Teukie.
“Umm, kami sudah akan berangkat, malah.” Jawab Rin di sebelahku. Suaranya juga terdengar sedikit shock.
“Oppadeul sedang apa?” Bin bertanya dengan nada horor setelah sesaat sebelumnya terkesiap kaget melihat pemandangan ganjil ini.

“Membuat bekal makan siang untuk kalian!” Donghae mengumumkan dengan ceria. “Hanya saja, sepertinya bekalnya belum siap. Kalian tunggu sebentar ya.”
“Donghae hyung, kubilang juga apa. Kau seharusnya sudah selesai memotong lobak itu dari tadi, bukannya menggunakannya sebagai mic dan bernyanyi-nyanyi di dapur.” Omel Wookie.
Aku tak sanggup lagi, dan segera saja menyemburkan tawa kencang-kencang sampai kedua kakiku lemas rasanya. “Ide siapa ini?” tanyaku tersengal-sengal, mengusap air mata yang berkumpul di sudut mata.

“Sudah pasti ide gila ini datangnya dari pacar gila-mu, Min. Pagi-pagi sekali ia sudah membangunkan kami semua untuk membantunya membuat bekal makan siang untuk kalian. Jam lima subuh, bayangkan Min! Sungguh menjengkelkan, dia tidak berhenti menepuk-nepuk pantatku, menarik-narik kakiku, hingga berguling menimpaku sampai aku bangun dan memenuhi keinginannya. Aiissshh, sungguh anak ini....!!” Heechul menghembuskan napas panjang menahan emosinya yang kutahu bisa meledak kapan saja. Tapi, fakta bahwa Heechul bersedia bersusah-susah ikut membuat bekal untuk kami membuatku menyimpulkan ia tidak semarah yang ditunjukkannya.

Aku berjalan mengikuti Bin dan Rin yang buru-buru membantu para Oppa yang kelihatan sangat repot itu, merasakan rasa cinta membuncah untuk mereka semua yang sangat baik kepadaku dan teman-temanku sedari dulu. Kulihat ada empat kotak makan tersebar di meja yang saat ini tengah ditata oleh Heechul—dan langsung diambil alih oleh Bin—yang bisa kupastikan untukku, Bin, Rin dan satu lagi untuk Kyu.

“Min-ah, coba cicipi ini.” Teukie tergopoh-gopoh mendekatiku dengan sendok berisi kuah yang masih mengepulkan asap. Di badannya tergantung celemek warna biru polkadot, membuatnya terlihat seperti ibu rumah tangga. Aku menerima suapannya sambil menahan cekikikan yang sudah tertahan di tenggorokanku.

“Mmm... lumayan, oppa. Kenapa kemampuan memasakmu lebih hebat dari pada aku? Sebagai wanita, aku merasa tersinggung.” Aku cemberut padanya.
“Tidak apa-apa Min-ah, oppa akan memasakkan untukmu lebih sering.”
“Hyung, jangan tinggalkan sausnya, nanti terlalu mengental.” Seru Wookie, membuat Teukie bergegas kembali ke posisinya di depan panci.

“Karena hari ini aku tidak bisa mengantarmu,” seru Donghae dari pinggir kompor. “jadi aku ingin membuatkan bekal makan untuk menambah semangatmu. Tunggu sebentar saja ya baby, aku akan bergerak sangaaat cepat!”
Sebelum aku sempat menjawabnya dengan balasan penuh cinta, aku mendengar Wookie berteriak, “Hyung! Jangan masukkan itu—”

Wuuuussssshh!

Suara mendesis kencang mendadak terdengar dan detik berikutnya, dapur dipenuhi dengan asap tebal.

***


Ahn Rin Young’s

Wuuuussssshh!

Hening sedetik, yang disusul dengan suara jeritan Min dan Bin secara bersamaan. Beberapa detik berikutnya, aku merasa kami sedang berada di dunia lain dan bukannya di dapur, mengingat tebalnya asap yang mengaburkan pandangan. Untuk ukuran menggoreng sosis, bisa kukatakan asapnya kelewat tebal. Semua orang langsung terbatuk-batuk dengan wajah ngeri. Yah, siapa yang menyangka kalau acara menyiapkan sarapan yang di prakarsai oleh Donghae berubah menjadi sebuah ancaman mematikan? Itu semua karena Donghae langsung memasukkan sosis yang masih dingin dan basah ke dalam minyak panas. Nah, bayangkan saja sendiri.

Kemudian, di tengah asap yang masih mengepul, Ryeowook melakukan aksi heroik dengan mendekat ke kompor dan mematikan apinya. Benar-benar pahlawan kami semua. Akupun langsung berlari ke arah jendela dan membukanya agar kami dapat bernapas lagi dengan normal. Untung saja sensor api di langit-langit dapur tidak sampai menyala. Aku tidak bisa membayangkan kehebohan yang terjadi kalau sampai sensornya menyala dan langsung menyemprotkan air ke penjuru dapur.

Bin, dengan ekspresi yang masih terlihat shock langsung mendekati kakaknya dan menariknya jauh-jauh dari dapur. Ketika melewati Min, Bin juga tak lupa menariknya dengan tangan yang lain; memastikan sepasang kekasih yang mengancam-nyawa-jika-berkegiatan-di-dapur ini berada dalam jarak aman dari dapur. Mungkin mulai sekarang kami harus menambah sensor anti pasangan Minhae di dapur dorm maupun flat. Yah, sepertinya benar-benar tidak ada pilihan lain kalau kami masih ingin hidup.^^

Aku mengangguk puas kearah Bin yang telah berhasil mengamankan pasangan MinHae. “Bin, kau masih bisa melanjutkan mengatur makanan kedalam kotak-kotak itu?” Tanyaku sambil menunjuk ke atas meja makan.
“Ne, Unnie..” ia mengangguk dengan sisa-sisa rasa panik yang masih tergambar di wajahnya.

“Baik, aku percayakan padamu. Pastikan ini tidak akan menjadi ancaman bagi kita semua, arrasseo?” Bin mengangguk lagi. Kemudian, aku mengalihkan pandangan kepada Heechul.
“Oppa, kau boleh duduk saja..” Kataku. Sejak tadi aku melihatnya sangat terpaksa menjalani ‘perintah’ dari Donghae, jadi daripada ia terus berteriak frustasi, sepertinya akan lebih baik jika ia duduk saja bersama pasangan MinHae. Heechul seketika menampakkan wajah lega sambil mendudukkan diri di kursi meja makan di sebelah Bin. Rupanya ia tetap ingin dekat-dekat dengan pacarnya.

Terakhir, aku menoleh pada Leeteuk. “Oppa.. serahkan saja pada kami..” ‘Kami’ yang ku maksud tentunya adalah aku dan Ryeowook, ditambah Bin yang kupercaya untuk mengatur kotak makanan.
“Anie..anie.. aku ingin membantu”

“Kau bisa membantu kami dengan memastikan semua ancaman berada di jarak aman dari dapur..” Aku memberi penekanan pada kata ancaman, agar ia mengerti.
“Ah, baiklah kalau begitu..” ia langsung bergabung dengan pasangan MinHae di sofa.

Aku kemudian memberi kode pada Ryeowook untuk kembali melanjutkan yang tertunda. Ryeowook langsung menyingkirkan sang ‘sosis keramat’ beserta teflonnya dari atas kompor, dan melanjutkan menumis bumbu untuk membuat janchi guksu. Aku mengambil beberapa sayuran pelengkapnya—termasuk lobak yang sempat dijadikan properti latihan menyanyi oleh Donghae—untuk kemudian kupotong-potong.

Ini harus dilakukan dengan cepat, pikirku. Dak Galbi sudah selesai dimasak sejak trio young belum datang kesini, maka hanya tinggal satu masakan ini yang harus segera diselesaikan agar kami tidak terlambat berangkat kuliah.
Aku berusaha secepat mungkin memotong-motong sayuran di hadapanku, sampai kemudian..

“Aww!” Aku meringis pelan melihat sayatan kecil di jariku. Pasti aku tadi terlalu terburu-buru.
“Rin-ah? Gwenchana??” Ryeowook menghampiriku. “Aakkh, kau berdaraah!” Jeritnya dengan dramatis, yang langsung menarik perhatian  semua orang. Bin yang paling pertama berlari dan sampai di sebelahku,tapi ia malah ikut meringis dan membuang pandangannya ke arah Heechul karena tidak berani melihat darah. Heechul langsung menariknya menjauh sebelum pacarnya itu jatuh pingsan karena lemas. Kemudian Min dan yang lainnya menghampiriku dengan wajah panik. Min langsung menarikku keluar dapur sambil bersuara nyaring,

“Teuki Oppa.. Hae.. siapapun cepat ambilkan kotak obat, palliwaaa!!” Ia kemudian mendudukkanku di sofa. Donghae dan Leeteukpun terburu-buru—hingga nyaris bertubrukan—mencari keberadaan kotak P3K. Ryeowook mengikuti kami. Ia merogoh ponsel dari kantongnya dan berteriak-teriak pada orang di seberang telepon.

“Kyu! KYU! Rin terluka, cepat kemari!!”

eh? Kenapa semua orang jadi berlebihan begini? Pikirku.

“Kalian tenanglah..” Kataku setelah Ryeowook menutup telepon. “Sungguh, ini hanya luka kecil..”
“Luka tetap saja luka Rin-ah..” Jawab Min. Tepat pada saat itu, Leeteuk dan Donghae kembali sambil membawa kotak P3K. Donghae lantas menyerahkannya pada Min, dan Min pun langsung membantu membersihkan dan memasangkan plester pada lukaku.

Sepanjang proses “pengobatan”, aku memperhatikan satu persatu orang yang mengelilingiku. Tersenyum sambil bergumam dalam hati betapa aku diberkahi. Ini bukan reaksi yang berlebihan, aku sadar itu. Teman-teman yang sudah seperti keluargaku ini hanya begitu perhatian. Itu terbukti, setiap salah satu dari kami tertimpa masalah, semua orang langsung maju membantu tanpa ragu.

Kyuhyun masuk dengan terburu-buru tepat setelah Min selesai memasangkan plester pada lukaku. “Rin-ah!! Gwenchana?? Apa yang terjadi?” ia langsung merangsek melewati orang–orang yang berkerumun di sekelilingku.
“Tidak apa, Kyu.. hanya tergores pisau sedikit. Lihat, semua orang sudah membantuku. Aku juga sudah pakai plester-dengan-obat seperti yang pernah kau berikan..” Aku tersenyum menenangkannya.

“Astaga, mendengar suara Ryeonggu yang panik, aku jadi ikut panik tadi saat di telepon..”
“Yah, ia memang kelewat panik tadi. Tapi sungguh, aku tak apa, Kyu..”
“Baguslah kalau memang hanya luka kecil..” Jawabnya sambil menggenggam sebelah tanganku yang tidak terluka. Untuk beberapa detik, Ia hanya memandangku tanpa bicara sepatah katapun; membuat hawa di ruangan itu sedikit canggung.

“Kyuhyun-ah.. sudahlah, jangan panik lagi.. Kau bisa lihat sendiri pacarmu baik-baik saja” Leeteuk tersenyum penuh arti, yang membuat Kyuhyun—dan aku—salah tingkah. Sejak pasangan MinHae dan BinChul memergoki Kyuhyun yang sedang melakukan ‘card kiss’ padaku di Villa kemarin itu, semua orang terus saja meledek kami tanpa henti.

“Aku tidak.. panik..” Jawab Kyuhyun—dengan panik.
“Kau bilang tidak panik, padahal sandalmu saja berbeda kanan dan kirinya. HAHAHAHA!” Heechul tertawa membahana. Semua mata langsung tertuju pada telapak kaki Kyuhyun, dan benar saja, sandalnya memang berbeda. Bahkan ia tak sempat melepasnya di lorong dorm dan tetap memakainya hingga ke ruang tengah.

Ah, aku jadi merasa bersalah ketika semua orang menertawakan Kyuhyun. Gara-gara kecelakaan kecil ini, ia jadi bahan ledekan yang lain. Mencoba mengalihkan perhatian, aku berdeham sedikit, lalu berkata, “Oke.. waktunya masak lagi!” Aku langsung bangkit dan bermaksud kembali ke dapur ketika ku dengar semua orang berteriak,

“Eyyyy!”

“Siapa bilang kau sudah boleh kembali ke dapur?” Sahut Kyuhyun tegas.
“Eh? Memang kenapa tidak boleh?”
“Unnie kan terluka, istirahat saja..” Ucap Bin.

“Benar, lagipula sayur yang kau potong tadi sudah cukup kok. Hanya tinggal ku tumis bersama dengan bumbunya yang sudah…” Ryeowook berhenti bicara, tampaknya menyadari sesuatu. Ia melirikku, yang langsung membuatku mengerti.

“Astaga Wookie! Tumisan bumbu mu!!!!!” Seruku.

Oh ya ampun, sepertinya acara masak pagi ini membutuhkan waktu lebih lama dari yang seharusnya.

***


Park Min Young’s
Kyunghee University


Aku merapikan buku-buku di mejaku sambil merasakan perutku bergemuruh kerena lapar. Hari memang sudah siang, dan sementara menunggu satu kelas berikutnya yang baru akan dimulai tiga puluh menit lagi, aku memutuskan untuk memakan bekal makan siangku. Sebuah senyum secara otomatis mengembang begitu saja di bibirku saat aku menarik bekal tersebut dari dalam tasku dan membukanya. Sungguh, bekal ini mungkin sama langkanya dengan bendera pusaka, mengingat seluruh prosesnya yang menghebohkan dan hampir—hanya hampir—mengancam nyawa.

Ya, jelas-jelas tadi pagi itu merupakan ancaman serius, karena tanpa pikir panjang Donghae memasukkan sosis yang masih basah ke dalam minyak panas, yang terang saja langsung menggosongkan sosis tersebut dalam sekejap mata dengan suara desisan mengerikan disertai kepulan asap yang memenuhi dapur. Untung Wookie segera menantang bahaya dan mematikan kompor, kalau tidak mungkin bisa terjadi ledakan yang setara dengan teror bom WTC. Semuanya gara-gara Donghae.

“Min Young? Kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti itu?” tegur salah seorang teman sekelasku.
“Eh? Ah tidak... aku hanya teringat sesuatu yang lucu.” Elakku. Aku lantas mengambil sumpitku dan mulai menghabiskan bekal makan siangku yang terdiri dari nasi, dak galbi (tumis potong dadu ayam direndam dalam saus rempah), janchi guksu (mie yang disajikan dengan rumput laut, kimchi, telur dan sayuran), dan tanpa sosis—terima kasih untuk Donghae.

“Wah, tidak biasanya kau membawa bekal. Siapa yang menyiapkannya?” tanya teman wanitaku yang lain.
“Hmm. Pacarku.” Jawabku bangga.

Sementara beberapa temanku yang wanita mendesah karena merasa pacarku sangat romantis, beberapa teman pria mulai tertarik untuk ikut dalam percakapan.

“Min Young-ssi, kenapa kau tidak bilang dari dulu? Kalau hanya menyiapkan bekal makan siang merupakan syarat untuk bisa menjadi pacarmu, aku akan dengan senang hati menyiapkan sembilan set makanan setiap harinya.” Ujar salah seorang diantara mereka sambil terkekeh.
“Aku akan menyiapkan breakfast on bed setiap pagi, dengan sekuntum mawar setiap harinya.” Sahut yang lainnya, membuatku tersedak daging ayam yang sedang kutelan.

Satu lagi teman pria-ku maju dan membukakan tumbler yang kubawa, lalu menyodorkannya padaku. “Pelan-pelan, Min young-ssi. Minum ini.” Aku mengambil air minum darinya dan menggumamkan terima kasih. Namun rupanya ia belum selesai. “Apa itu, apa hanya air putih biasa? Bagaimana pacarmu bisa sangat tidak pedulian seperti itu? Aku bisa membuatkanmu nok cha (teh hijau) yang akan menjaga kecantikan kulitmu.”

Aku memutar mata. “Haha.. Kalian bercanda kan.”
Untunglah, saat itu salah seorang teman wanitaku langsung menyuruh para pria tadi untuk membiarkanku makan dengan tenang. Aku bersyukur karenanya.

Setelah menghabiskan bekal makanku dengan ditemani beberapa teman sekelasku, aku bergegas menuju kelas selanjutnya yang terletak di bangunan yang berbeda. Tepat ketika aku hampir mencapai pintu kelasku, kurasakan sebuah tangan menarik sikuku dengan kencang dan membawaku menjauh dari kelas. Apa ini, rasanya seperti deja vu....

Aku melirik pada oknum yang membawaku ke arah pepohonan di ujung lapangan olahraga, agak tersembunyi dari pandangan dan orang yang lalu lalang. “Han Ji Sung?!” aku memekik kaget.

Han Ji Sung tidak menunjukkan tanda-tanda ia mendengarku, sebaliknya ia hanya terus membawaku hingga kami sampai di balik sebuah pohon rindang. Ia melepaskan tanganku dan memejamkan mata sambil menarik napas panjang, seolah-olah sedang mencoba menahan emosinya. “Kau menghilang.” Katanya sesaat kemudian, membuka mata dan menatapku setengah bingung setengah marah.

Aku tercengang mendengarnya. “Eh? Umm... yah, kalau aku menghilang, berarti kau punya semacam kekuatan super karena bisa melihatku sekarang.” Kataku asal.
Sekarang giliran Ji Sung yang tercengang mendengar ucapanku. “Aku serius Min Young-ssi, kemana saja kau seminggu kemarin?”

“Aku.. hmm, ada urusan keluarga.”
“Apa kau pikir aku bodoh? Aku mendengar berita bahwa Super Junior berlibur ke Yunani minggu kemarin, bertepatan dengan kau menghilang dari kampus. Apa kau sedang mempermainkanku?! Kita punya janji kencan, apa kau masih ingat?!” nada suaranya mulai meninggi menggangguku.

Aku mengumpulkan kekuatan dalam suaraku, sebelum menjawab, “Aku tidak punya janji apa-apa padamu, Han Ji Sung-ssi. Mungkin kau lupa, tapi aku sudah pernah memenuhi permainanmu dengan berkencan denganmu sekali. Dan itu tidak akan terulang lagi. Jadi sebaiknya kau juga menepati janjimu dan tidak menggangguku—”

Bruk!

Aku mengerang ketika Han Ji Sung tiba-tiba mendorongku hingga punggungku menabrak batang pohon.
“Aku bilang saat itu tidak masuk hitungan dan kau seharusnya berkencan satu kali lagi denganku.” Ia mulai mendekat, tampak sangat marah sekarang. “Tapi kau malah menghilang selama seminggu. Membuatku menunggu. Kali ini, sebaiknya kau mengikuti kata-kataku, sebelum kesabaranku hilang dan seluruh Korea akan tahu bahwa kau merupakan pacar gelap Cho Kyuhyun dan juga Lee Donghae. Oh yah... sekarang aku tahu nama laki-laki lemah yang sudah berbagi tubuhmu—”

DUK!

“Aarrggghh..” Ji Sung melenguh, mengusap dagunya dan mundur dengan sempoyongan.

“Aaaaaawwwww!!!” bersamaan dengan itu, aku pun berteriak kesakitan. Entah siapa yang berteriak lebih kencang, Ji Sung yang terkena tinjuku yang dengan spontan kuhantamkannya ke wajahnya atau aku yang merasakan jari-jariku berkeretak saat tinjuku mendarat di rahangnya.

Yang jelas, saat itu aku terlalu marah mendengarnya merendahkan Donghae dan menghinaku, lalu tanpa pikir panjang kulayangkan tinjuku hingga berhasil membuat Ji Sung mundur beberapa langkah. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk berlari meninggalkannya dan menuju kelasku, mengabaikan rasa sakit berdenyut-denyut di jariku.

***

~To Be Continued~

Preview Chapter 33

Hwang Bin Young's
“Oke, aktor sudah ditemukan. Lalu siapa yang akan mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan?” Pertanyaan Kyu oppa membuat semua mata menatapku.
“Don’t worry oppa, seperti yang aku katakan dari awal ‘serahkan dan percayakan semuanya padaku’!!!” Aku mengedipkan sebelah mataku.

Park Min Young's
“Kyu!!!” hardikku. “Bagaimana kau bisa menuduh Hae?”
“A—aku tidak, aku tidak akan pernah menyakiti Min. Aku bersumpah! Kyuhyun-ah, apa kau tidak percaya padaku?” Isak Donghae panik.

RCL Please~^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar